MEMBONGKAR
MAFIA
ILEGAL
LOGING HUTAN JATI MUNA
Hutan jati Muna yang hampir menutupi
seluruh daratan Pulau Muna pada tahun 1956, hari ini nyaris tidak berbekas
lagi. Menurut laporan Dinas Kehutanan
Kabupaten Muna tahun 2008, Hutan jati Muna tersisa sekitar 5000 Ha. Namun
Hasil analisa beberapa LSM yang konsens terhadap kelestarian Hutan Jati Muna
dalam hal ini termasuk WALHI Eksekutif daerah Sultra menilai hutan jati di Muna
tersisa sekitar 500 Ha.
Degradasi hutan jati Muna tersebut
terjadi secara besar-besaran pada masa pemeritahan Ridwan, ST selaku Bupati
Muna ( 2000-2010 ). Pada era itu juga mencuat beberapa kasus korupsi hasil
lelang kayu jati temuan yang diperkirakan merugikan negara sekitar Rp. 24
Miliar yang melibatkan banyak pejabat di kabupaten Muna termasuk Mantan Bupati
Muna Ridwan. ST.
Telah banyak pejabat yang telah
menjadi nara pidana akibat kasus tersebut, namun para aktivis belum merasa
puas, sebab otak dari semua penyebab terjadinya korupsi tersebut yakni mantan
bupati Muna Ridwan, St belum juga di seret ke meja hijau, bahkan dijadikan
tersangka sekalipun. Pada saat Antasari Azhar ( Mantan Ketua KPK ) menjadi
ketua Kejari Sutra telah ada rencana menjadikan Ridwan, ST sebagai tersangka,
namun belum sempat rencana tersebut terealisasi, Antasari Azhar keburu di
mutasi menjadi Kajari Sumatera Selatan. Sejak saat itulah nama Ridwan tidak
pernah lagi disebut-sebut oleh aparat penegak hukum di Sulawesi tenggara.
Untuk menungkap siapa saja yang
terlibat dalam praktek penghancuran hutan jati Muna, penulis pernah melakukan
investigasi. Investigsi tersebut penulis lakukan pada saat masih bergabung
dengan salah satu LSM yang konsens terhadap pelestarian lingkugan yang ada di
kabupaten Muna.
Berdasarkan
hasil temuan dalam suatu investigasi
yang dilakukan pada tanggal 1 September 2004 sampai dengan 21 Oktober 2004 yang
mengikuti alur perjalanan ilegal kayu jati Muna, ditemukan fakta bahhwa ilegal
loging Jati Muna melibatkan banyak komponen seperti Aparat Pemkab Muna (
Dishut), Oknum anggota Polres, TNI dan pengusaha sawmill baik yang ada di Muna
maupun di Luar Kabupaten Muna. Perusahaan-perusahaan sawmill lokal yang banyak
terlibat dalam kasus ilegal loging adalah CV. Nurtiba, CV. Rimba Nirwana. PT.
Jati Timber Indonusa, PT. Fajar Alam, CV. Merkusi dan CV. Jati Raya Lestari. Keterlibatan perusahaan itu dalam ilegal
loging jati Muna adalah berdasarkan
hasil temuan dari beberapa kasus, dimana perusahaaan tersebut memasukan kayu
ilegal pada malam hari tanpa dokumen dan dikawal oleh oknum anggota Pores Muna
ataupun oknum anggota Polisi Pamong Praja. Untuk memperkuat dugaan itu tim
investigasi mengikuti sidak yang dilakukan oleh tim pengamanan Kayu kabupaten
Muna yang di pimpin langsung oleh Wakil Buati Muna ( Drs. Syarif A.S ) di
beberpa perusahan. Pada sidak tersebut di temukan ratusan meter kubik kayu jati
gelondomgan dan balok dalam lokasi perusahaan yang tidak dilengkapi dengan
dokumen. Kasus ini sempat dilaporkan di Polres Muna, namun tidak ditindak
lanjuti.
Selain Perusahaan
sawmill yang ada di Kabupaten Muna, dalam perjalanan investigasi ditemukan juga
perusahaan-perusahaan sawmill di luar Kabupaten Muna namun masih di Sulawesi
Tenggara yang memasok kayu ilegal dari kabupaten Muna yaitu. UD. Gorvi di Kec.
Gu Kab. Buton, CV. Karya Putra Raya, CV Bunti Nurjaya ,CV Karya Putra Raya, PT.
Citra Jaya Lestari, CV. Anugrah Alam Lestari,
(direktur- Gunawan) berkantor pusat di Solo, CV. Kendari Buana Lestari (
direktur- Andreas) berkantor pusat di Semarang. Perusahaan- perusahaan sawmill tersebut pada umumnya masih satu group dengan
perusahaan sawmill di Kabupaten Muna. Tujuan pendirian perusahan di Kabuapten lain
adalah untuk mempermudah pencucian kayu ilegal yang mereka dapatkan di Muna.
Modus pencucian kayu ( timber laundry) tercium dari setiap kali pengiriman
keluar daerah, kayu hasil olahan dari perusahaan yang berasal dari luar Kabupaten
Muna selalu dikembalikan ke Muna untuk mendapatkan dokumen SKSHH, atau
sebaliknya.
Setelah
mendapatkan dokumen yang dibutuhkan melalui jalur kong kalingkong dengan pejabat
pembuat dokumen, kayu-kayu yang telah diolah langsung dikapalkan untuk dikirim
ke Pulau jawa ( Surabaya, Gresik, Malang dan Jepara) melalui pelabuhan Raha
bagi perusahaan di Kabupaten Muna atau dikirim langsung ke Manca negara melalui
Pelabuhan Kendari bagi Perusahaan yang ada di Kab. Konawe Selatan dan Pelabuhan
Baubau bagi perusahaan yang ada di Kab.Buton.
Sedangkan
perusahaan yang ada di luar Sulawesi Tenggara ( SULSEL) adalah CV. Karya Utama
milik H. Akmad, H. Sujud, H. Yayah. Perusahaan-perusahaan yang ada di Sulawesi Selatan
ini memasok kayu ilegal dalam bentuk log dari Muna melalui jalur laut dengan
menggunakan kapal-kapal tradisional. Untuk mendapatkan dokumen agar dapat di
ekspor, perusahan-perusahaan
tersebut (menurut pengakuan pengusaha) mereka bekerja sama dengan aparat Polisi
dan kehutanan setempat untuk diterbitkan dokumen SKSHHnya. Dokumen ini biasanya dibuat dilaut
sebelum kayu dimasukan keperusahaan penampung untuk diolah. Informasi dari
beberapa pengusaha dan karyawan perusahaan, umumnya kayu hasil olahan langsung dieksport kemanca negara
melalui pelabuhan Makassar atau dijual pada konsumen lokal di Sulawesi Selatan.
Untuk lebih
jelasnya, skema alur perjalanan Ilegal loging Kayu Jati Muna dapat di Gambarkan
sebagai berikut :
ALUR
PERJALANAN KAYU ILEGAL ASAL KABUPATEN MUNA
Alur Perjalanan Kayu Jati Ilegal Asal Muna
1.
Kayu log yang berasal dari kawasan hutan
Sumpuo Kec. Tongkuno diantar keperusahaan sawmil milik Hermanto dan UD
Gorfi anak perusahaan (CV. Rimba Lestari- Usaha loka Group, berkantor pusat di
Malang) di Desa Lakapera Kec. Gu Kab. Buton melalui jalan darat dengan
menggunakan truk dan dikawal oleh oknum aparat. Setelah diolah diperusahaan
sawmil itu kayu dalam bentuk fluring (olahan) kemudian diangkut lagi dengan
mobil Box atau Troiler menuju Baubau, selanjutnya bersama mobilnya diantar ke
Surabaya dengan menggunakan Kapal Feri Mutiara.
1.a. Atau
diangkut ke Oempu dan dibongkar di pantai untuk selanjutnya kembali diangkut
dengan kapal layar motor menuju perusahaan sawmil PT. Citra Jaya Lestari di
Desa Barangka Kec. Kapontori Kab. Buton
untuk diolah menjadi fluring. Setelah berbentuk fluring kemudian dikirim ke
surabaya untuk diekspor ke Singapura dan Hongkong dengan menggunakan kapal
barang melalui pelabuhan baubau.
2.
Kayu log yang berasal dari hutan Tampo dan
Latawe diangkut dengan menggunakan kapal motor ke perushaan sawmil PT Citra
Jaya Lestari dan perusahaan sawmil milik Umar Samiun di Barangka Kec. Kapontori
Buton untuk diolah menjadi fluring atau dalam bentuk lain selanjutnya melalui
pelabuhan Murhum Baubau di kirim ke Surabaya untuk diekspor ke Singapura dan
Hongkong.
2. a. Atau
diangkut menuju Tambohuti Kec. Kolono Kab. Konawe- kayu-kayu tersebut diolah
diperusahaan CV. Bunti Nurjaya dan CV. Karya Putra Raya kemudian dikirim ke
Surabaya, Jakarta atau langsung diekspor ke Singapura, Jepang, Hongkong, atau
ke Negara Eropa melalui pelabuhan Kendari.
2 .b. Atau
diangkut ke Puupi Kec. Kolono Kab. Konsel, untuk diolah ke perusahaan CV. Anugrah
Alam Lestari (direkturnya Gunawan) berkantor pusat di Solo, Ko Hong, warga
keturunan, Jamal dan Kades Puupi sendiri. CV. Kendari Buana (direkturnya
Andreas) berkantor pusat di semarang. Kemudian di antar pulaukan atau dikirim
ke manca negara melalui pelabuhan Kendari.
2. c.
Sedangkan yang ke Bone kayu gelondongan atau dalam bentuk balok. Kemudian
kayu-kayu tersebut diolah menjadi fluring oleh perusahaan-perusahaan : CV.
Karya Putra milik H. Ahmad, PT Barebo Putra, Perusahaan milik H. Ramlan
(Anggota TNI Aktif), H. Yuyah (pensiunan polisi), H. Sujud, hasil olahan itu
kemudian di kirim keberbagai daerah di indonesia atau ke manca negara melalui
pelabuhan Makasar. Sedangakan sebahagian lainnya digunakan di lokal Bone
sendiri untuk keperluan pembuatan kapal pinisi, meubel dan bahan rumah.
Modus Operandi
Para pengusaha
baik yang lokal maupun dari luar daerah memperalat masyarakat yang tinggal
disekitar hutan umtuk melakukan penebangan dan memotong bagian pangkalnya
sekitar 2 – 2,5 M kemudian ditinggal begitu saja. (mereka yang melakukan
penebangna ini di beri upah 25 ribu – 30 ribu per pohonnya). Setelah itu
orang-orang dari perusahaan sawmil dengan di Back up petugas (polisi,
kehutanan, dan Satpol PP) mengangkut potongan kayu bagian pangkal untuk dibawah
keperusahaan sawmil kemudian diolah menjadi fluring atau jenis lainnya, atau
kadang para petugas sendiri yang melakukan pengangkutan kayu-kayu tebangan
masyarakat tersebut keperusahaan-perusahaan.
Modus Operandi I
Berdasarkan
temuan kami dalam investigasi terungkap bahwa untuk mengurangi pungutan pajak
dan melegalkan kayu-kayu ilegal yang dibeli dari orang-orang yang disebarkan
sendiri oleh pihak pengusaha atau oknum TNI dan POLRI, mereka menggunakan modus
baru dengan mendirikan pabrik Sawmil dari daerah/ kabupaten lain yang
berbatasan langsung dengan kabupaten Muna. Tujuannya agar mempermudah
pengangkutan kayu ilegal dari hutan-hutan di Kabupaten Muna.
Untuk
mendapatkan bahan baku (kayu jati) pihak perusahaan baik yang lokal maupun dari
luar daerah memperalat masyarakat yang tinggal disekitar hutan untuk melakukan
penebangan dan memotong tegakan jati dalam kawasan hutan. Kemudian bagian
pangkalnya sekitar 2 – 2,5 M. Selain itu mereka mendapat upah 25 Ribu – 30 Ribu
per pohonnya dari hasil kerjanya itu. Sisanya bagian tengah sampai ujung
ditinggal begitu saja bagian inilah kemudian orang-orang dari perusahaan sawmil
dengan di Back Up petugas (Polisi,Kehutanan,Satpol PP) diangkut ke perusahaan
sawmil seperti CV. Nurtiba di Desa Liabalano Kec. Kontunaga. Oleh pihak
perusahaan kayu-kayu ilegal itu diolah menjadi fluring dan disatukan dengan
kayu yang dibeli secara legal melalui lelang atau dari IPKTM kemudian diolah
menjadi Fluring atau jenis lainnya.
Untuk
melegalkan kayu-kayu ilegal tersebut pihak perusahaan bekerjasama dengan
petugas kruising ( yang melakukan penafsiran rendemen) dari Dinas Kehutanan
Muna untuk melakukan pencucian kayu (Timber Loundri) dengan cara menaikan
rendemen kayu olahan sampai 42 % padahal seharusnya bila kayu dari kelas
sortimen A3 rendemennya hanya 20 – 23 %.Setelah rendemenya disesuaikan maka
petugas Penerbit SKSHH mengeluarkan dokumen SKSHH untuk kepentingan pengiriman
keuar daerah.
Modus Operandi II
Perusahaan-perusahaan
swawmil yang ada di Kabupaten Muna seperti CV Nurtiba, CV Merkusi, CV Jati
Timber Indonesia dan CV Rimba Nirwana mendirikan perusahaan lain di kabupaten
lain seperti Buton dan Kendari serta Konsel. Lokasi perusahaan itu secara
geografis sangat dekat dengan titik hutan jati dan transportasi untuk angkutan
kayu mudah serta jauh dari jangkauan petugas.
Perusahaan-perusahaan
penyangga itu kemudian bahan bakunya disuplai dari hutan-hutan jati di
kabupaten Muna baik dalam bentuk gelondongan maupun olahan yang keseluruhannya
ilegal.Kayu-kayu jati ilegal itu diangkut dengan menggunakan mobil Truk, mobil
Pick Up atau mobil Boks bagi jalur yang dalap dilalui transportasi darat,
seperti di UD Gorfi dan perusahaan milik Hermanto di Lakapera dan menggunakan
kapal-kapal dengan bobot 60 Ton bagi jalur laut seperti di CV Satia Jaya Lestari
di Desa Barangka Buton dan di Tambohuti dan Puupi Konsel. Pengangkutan kayu
biasanya dilakukan pada malam hari dan kadang dikawal oleh petugas seperti yang
terajadi di Puupi konsel pengangkutan kayu ilegal asal Tampo dikawal oleh satu
regu Polairud. Kayu-kayu ilegal tersebut kemudian dilegalkan (dicuci) dengan
cara didaerah dimana diolah dengan mengeluarkan SKSH kemudian dikirim ke Pulau
Jawa atau kemanca negara.Selain bekerja sama dengan petugas dari Dishut,para
pengusaha juga bekerja sama dengan aparat kepolisian dngan cara meminta bantuan
pengawalan samapi pada pelabuhan penyebrangan.
Modus Operandi III
Kayu-kayu
ilegal yang diolah oleh perusahaan di Kabupaten Muna, setelah disatukan dengan
kayu-kayu legal rendemenya diatas toleransi rendemen yang telah dimanipulasi
(40%) maka sisanya dikirim keperusahaan-perusahaan penyangga di daerah lain
dengan cara ilegal, untuk mendapatkan legalitas (dicuci) dari Dinas Kehutanan
dimana perusahaan itu berdiri dengan dikeluarkan SKSHH sebagai syarat sahnya
pengiriman hasil hutan keluar daerah.
Modus Operandi IV
Kayu-kayu
hasil tebang tinggal tersebut, potongan pertamanya dibawa keperusahaan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, sedangkan potongan kedua dan ketiga,
itulah yang disebut dengan nama “Barang Temuan”
(yang ditemukan oleh para petugas kehutanan) yang kemudian diangkut
ketempat-tempat penampungan kayu (TPK) dan untuk selanjutnya dilelang ke
perusahaan-perusahaan sawmil sesuai dengan surat keputusan Bupati Muna.
Kayu-kayu yang
didapatkan oleh perusahaan dari hasil lelang tersebut, kemudian dicampur dengan
kayu-kayu yang didapat secara ilegal, selanjutnya diolah dan dikapalkan menuju
daerah-daerah tujuan.
Disamping
perusahaan mendapatkan kayu legal dari hasil lelang yang dilakukan oleh Pemda
Muna, perusahaan juga memperoleh kayu dari hasil pejualan IPKTM (Izin
pengolahan Kayu Tanah Milik) yang pada perjalanannya juga banyak didapatkan
dari kayu-kayu yang berasal dari kawasan hutan milik negara.
Selain
menelusuri alur perjalanan ilegal loging keluar daerah Muna, dilakukan juga
investigasi di Lokal Muna. Tujuan investigasi ini adalah untuk mendapatkan data
akurat siapa-siapa saja yang terlibat dalam ilegalloging dan perusahaan apa
saja serta baimana mereka mendapatkan pasokan kayu ilegal. Untuk lebih detainya
kami gambarkan sebagai berikut :
GAMBARAN UMUM PENAMPUNG SEMENTARA
- Penampung
sementara adalah oknum-oknum dari apart polisi dan aparat kehutanan yang secara
perseorangan menyiapkan dana untuk membeli kayu dari kelompok-kelompok penebang
- Antara
penampung yang satu dengan penampung yang lain tidak ada hubungan kerja sama.
Bahkan terkesan mereka saling mengintip untuk saling menangkap. Walaupun pada
akhirnya apabila terjadi proses saling tangkap bisa diselesaikan dengan
melibatkan oknum-oknum tertentu didaerah ini.
- Penampung
sementara menghubungi lebih awal kelompok-kelompok penebang dan biasanya
sebelum terjadi eksploitasi (penebangan) kayu, antara penebang dan penampung
telah terjadi kesepakatan-kesepakatan diantaranya adalah :
a.
Tempat penampungan harus tersembunyi. Dan ini biasanya
dilakukan disepanjang jalan pendidikan (kota Raha) dan di tutupi dengan
semak-semak atau dalam kebun masyarakat yang secara sepintas tidak kelihatan
oleh pandangan mata.
b.
Apabila kayu-kayu yang berhasil dikeluarkan dari kawasan
hutan telah mencapai 12-16 batang maka setiap kelompok menghubungi penampung
langganannya untuk menyepakati harga dan tekhnis pemuatan keperusahan.
c.
Harga yang disepakati antara penebang dengan penampung
adalah :
-
Gelondongan dengan diameter 20 x 20 cm Panjang 4 m.
adalah Rp. 115.000 – 200.000 /batang
-
Bebas hati (fluring) 20 x 20 cm panjang 2 m adalah Rp.
60.000/batang atau Rp. 30.000 bila masih dalam hutan.
d.
Harga penjualan penampung ke perusahan penadah adalah
berkisar antara Rp. 800.000 –900.000 /kubik.
e.
Pengangkutan kayu oleh penampung dilakukan pada malam
hari berkisar antara pukul 21.00 – 02.00 dini hari.
Catatan : Sebelum terjadi pemuatan,
kayu-kayu yang ditampung masih menjadi tanggung jawab kelompok penebang dan
apabila kayu sudah diatas mobil maka kelonpok penebang tidak lagi bertanggung
jawab dan telah menjadi tanggung jawab penampung itu sendiri.
GAMBARAN UMUM KELOMPOK PENEBANG
a. Kelompok yang berdomisili di kecamatan Kontunaga
(kelurahan Watupuatih, Bangkali). Pada umumnya kelompok – kelompok ini adalah
75 % berstatus pemuda putus sekolah dan masih sekolah. Sedangkan 25 % adalah
telah berkeluarga dan bekerja sebagai petani. Awalnya kelompok – kelompok ini
mengadakan penebangan liar hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan
kebutuhan industri rumah tangga seperti mobiler dsb. Nanti pada tahun 1999 –
sekarang maka kelompok – kelompok dari kedua desa ini menjadikan kegiatan
eksploitasi ilegal manjadi pekerjaan utama yang disebabkan karena secara tidak
langsung diberikan peluang oleh petugas yang berwenang untuk melakukan
penebangan liar itu. Pada tahun 1999 – 2001 kelompok –kelompok dari kedua desa
ini hanya diperintahkan untuk menebang dengan imbalan Rp. 25.000/ batang . dan
biasanya dilakukan secara beramai- ramai pada malam hari antara pukul 21.00
–24.00 dan setelah itu kira-kira pukul 01.00 dini hari petugas terkait masuk
dan menemukan kayu-kayu tebangan sebagai barang temuan (BT). Pada tahun 2001-
sekarang maka terjadi pergeseran dimana kelompok –kelompok penebang tidak hanya
menebang tetapi langsung membuat balak-balak kayu jati dan jati bebas hati. Hal
ini disebabkan karena oknum petugas tertentu (petugas lapangan dari dinas
kehutanan setempat) merasa bahwa kayu-kayu yang ditemukan oleh mereka tidak
mendapatkan pembagian yang memuaskan dari pemerintah daerah (kayu temuan
ditampung di TPK dan selanjutnya dilelang oleh pemda). Akhirnya oknum-oknum
tertentu di maksud menghubungi kelompok-kelompok tadi dan selanjutnya terjadi
kesepakatan-kesepakatan harga, teknis pengeluaran dari hutan, penampungan
sementara dan pengangkutan. Kelompok dari kedua desa ini mengkhususkan pada
kayu bebas hati dikarenakan wilayah yang berbukit dan gampang dipikul
kepenampungan sementara.
Catatan
:
Kelompok dari kedua desa ini termasuk kelompok yang secara
terang-terangan melakukan eksploitasi kayu jati. Maksudnya, siang hari pun
mereka secara demonstratif melakukan kegiatan penebangan. Dari tahun 1999 –
sekarang belum ada satu orang pun yang ditangkap oleh petugas . Bahkan mereka
diberi kampak oleh oknum petugas (LD. Ali Posasu dari polhut Muna) untuk
kegiatan penebangan liar kayu jati.
b.
Kelompok –kelompok yang berdomisili di Kecamatan Katobu
Raha.
Umumnya kelompok –kelompok ini adalah pemuda putus sekolah dan tidak
punya pekerjaan tetap (pengangguran) sekitar 80% dan selebihnya telah
berkeluarga dan tidak mempunyai pekerjaan tetap pula. Kelompok-kelompok ini
pada awalnya hanya secara sembunyi-sembunyi mengambil kayu jati untuk kebutuhan
rumah atau kebutuhan industri rumah tangga. Tahun 1999-2001 mereka menebang
pada saat hujan tengah malam agar tidak kedengaran oleh petugas dan
pengangkutan menggunakan gerobak dorong dilakukan pada saat hujan di malam hari
pula. Pada 2001 –pertengahan 2002 Kelompok ini hanya melihat dan mempelajari
situasi mengalirnya kayu dari TPK yang dilakukan oleh oknum tertentu. Dan di
saat itu pula mereka mencari oknum-oknum penampung yang selalu mengawal kayu
dari TPK pada malam hari. Pada pertengahan 2002 – sekarang mereka secara
terorganisir pula mengadakan eksploitasi disebabkan ada penampung-penampung
yang siap membeli kayu berapapun banyaknya. Kelompok ini biasanya menciptakan
kayu gelondongan dengan alasan bahwa gelondongan lebih cepat dan cara
pengeluarannya lebih praktis menggunakan gerobak dorong. Kebiasaan kelompok ini adalah bermain kucing-kucingan dengan
petugas karena keselamatan antara kelompok dari Katobu dan Kontunaga berbeda.
Kelompok dari Katobu berkisar antara 9 –12 kelompok yang setiap kelompok
beranggota 6 – 9 orang. Setiap kelompok dapat mengumpulkan kayu sebanyak 12 –
16 batang dalam kurun waktu 2 – 3 minggu (tergantung situasi dan kondisi
dilokasi). Jadi kalau dipresentasi 1 bulan dapat dihasilkan kurang lebih 120
batang kayu jati ukuran 2 – 4 meter
PROFIL PENAMPUNG LOKAL SEMENTARA
1.
YUNUS adalah oknum pegawai Kehutanan Raha yang
berdomisili didepan kantor lembaga pemasyarakatan Raha. Oknum tersebut membeli
kayu gelondongan dari kelompok –kelompok sekitar jalan Kancil dan lorong PAM
Raha. Oknum tersebut bekerja sama dengan oknum polisi Briptu Rusli yang apabila
terjadi pemuatan kedua oknum polisi tersebut berjaga disekitar TPU Warangga dan
di ujung Watuputih. Mobil yang biasa digunakan adalah mobil ¾ milik saudara
Brury dengan sopir La Kadidi. Yunus
menjual kayu-kayu tersebut Di PT Usaha Loka.
2.
IKBAL adalah oknum polisi berpangkat Briptu bertempat
tinggal di kecamatan Lohia Desa Korihi. Oknum tersebut menampung kayu dari
kelompok – kelompok yang berdomisili disekitar Mangga Kuning dan SMU 2 Raha
untuk kayu gelondongan dan seputaran Desa Bangkali untuk jenis kayu jati bebas
hati. Oknum tersebut biasa menggunakan mobil perusahaan. Sebelun terjadi
pemuatan biasanya oknum tersebut membuang tembakan untuk menakuti warga sekitar
dan atau mengecoh warga seolah – olah terjadi penanggkapan. Sasaran jualnya
adalah kayu gelondongan (log) ke PT Usaha Loka sedang kayu jati “bebas Hati”
dijual ke Perusahaan Andi Wahid.
3.
SIDIK adalah oknum polisi berpangkat Bripka Berdomisili
di jalan Pendidikan membeli kayu gelondongan dari kelompok – kelompok yang
betewmpat tinggal disekitar SMP 3 Raha. Mobil yang biasa digunakan adalah mobil
saudara H. Lawahe atau mobil perusahaan. Sasaran jual adalah ke PT Usaha Loka.
4.
ALWI adalah masyarakat yang berdomisili di kelurahan
Watunea. Oknum ini adalah perpanjangan tangan dari peruasahaan Andi Wahid untuk
mengkoordinir kayu bebas hati dari Watuputih dan Bangkali. Mobil yang digunakan
adalah mobil box atau mobil pribadi (kijang) dan kadang – kadnag mobil
perusahaan. Frekuensi pemuatan adalah yang paling sering.
5.
LA ODE ALI POSASU adalah oknum pemangku wilayah hutan
Katobu dan sekitarnya. Oknum tersebut mengkoordinir kelompok – kelompok
penebang asal Watuputih dan Bangkali yang mengkhususkan kayu bebas hati. Mobil
yang digunakan oleh oknum tersebut dengan sopir saudara La Burahima.
6.
LA GUDA adalah oknum polisi hutan yang bertugas di
wilayah Katobu dan sekitarnya. Oknum tersebut mengkooordinir kelopok – kelompok
dari Bangkali dan Dana. Mobil yang sering digunakan adalah mobil perusahaan.
Catatan : Pada tanggal 14 April 2003, oknum tersebut mengantar kayu di
Perusahaan Usaha Loka dan hasil penjualanya Rp. 30 juta
7.
LA BOLONG adalah oknum pamong praja menantu mantan
Ketua PN Raha membeli kayu dari kelompok penebang seputar lorong PAM dan SMU 1
Raha. Oknum tersebut bekerja sama dengan oknum polsus La Ode Ali Posasu dan
oknum polisi. Kayu yang dibeli adalah kayu gelondoingan dari Hutan Kontu dengan
sasaran PT Usaha Loka.
8.
HENDRO adalah oknum masyarakat yang bertempat tingal di
Lorong PDAM Raha. Kayu yang dibeli adalah kayu gelondongan dengan sasaran
penjualan ke PT Usaha Loka.
9.
SYUKUR adalah oknum masayarakat yang bertempat tinggal
di kelurahan Watonea dan merupakan kaki tangan dari saudara Andi Wahid. Teknis
dari oknum tersebut adalah kayu gelondongan lalu di sawmill di tempatnya dan
setelah itu di drop ke Andi Wahid dengan kerja sama polisi dan polhut. Mobil
yang digunakan adalah mobil truk milik Andi Wahid.
KRONOLOGIS KASUS 1.
(Salah satu model investigasi)
Pada malam
Senin tanggal 7 Juli 2003, terjadi pemuatan kayu di lorong Kancil sebanyak 16
batang atas nama Yunus dengan menggunakan mobil saudara Bruri pada jam 09.00
malam menuju PT Usaha Loka. Ternyata dalam perjalanan mobil tersebut ditahan
oleh petugas kehutanan atas nama Simon, La Ode Ali Posasu, La Guda dan 2 orang
temannya tepat di depan STM Raha. Selanjutnya mobil tersebut beserta muatannya
digiring ke kanto kehutanan Raha. Sopir La Kadidi ingin membuang muatannya di
TPK Bay Pass Raha dilarang oleh saudara Simon. Lalu mobil tersebut
diperintahkan masuk halam kenator kehutanan Raha dengan mundur (depan mobil
menghadap jalan raya) setelah itu saudara Simon menelponb sebanyak 3 kali
setelah itu mobil tersebut pada selkitar pukul 02.00 dini hari hilang beserta
muatannya.
Pada malam
Sabtu tanggal 5 Juli 2003, Buser menangkap La Desa sedang memuat kayu gelondongan
dari kawasan hutan dan oknum tersebut diserahkan ke dinas kehutanan. Ternyata
paginya oknum tersebut dilepas karena dai adalah keluarga La Ode Ali Posasu dan
merupakan jaringan pembalak yang dikoordinir olehnya.
Pada malam
minggu tanggal 13 Juli 2003, terjadi pangkapan atas nama La Ode Suti warga
kelurahan Watunea. Oknum tersebut ditangkap La Ode Ali Posasu di sekitar hutan
sedang menebang kayu. Oknum tersebut adalah penyuplai kebutuhan industri ramah
tangga di sekitar tempat tinggalnya dan bukan merupakan jaringan penampung.
Kenyataanya sampai pada hari ini oknum tersebut masih ditahan.
Wawancara dengan salah seorang warga : Dalam proses Ilegal
logging kayu jati di kawasan kontu dilakukan oleh kelompok masyarakat yang
terorganisir yang berasal dari masyarakat Watuputih yang tidak berkebun di
kawasan tersebut. Waktu
penebangan terjadi pada siang hari (tidak terjadwal) kemudian pengangkutan
dilakukan pada malam hari setiap saat. Alat angkut yang digunakan adalah Mobil
perusahaan. Pada saat pengangkutan ada pihak aparat kepolisian yang mengawal/
mengamankan (Andi Wahid dari Polres Muna), juga ada oknum yang bekerja dari
salah satu perusahaan ( La Ode Alwi) yang ikut memfasilitasi dalam proses
ilegal loging. Kayu olahan dalam bentuk Bebas Hati (BH) tersebut diarahkan
langsung di perusahaan (PT Usaha Loka) dengan menggunakan mobil perusahaan.
Wawancara dengan 2 (dua) orang warga Kontu
(Hasan dan Sumiati) : Dari keterangan yang diberikan informan bahwa yang
melakukan pengangkutan adalah dari aparat pemerintah (kehutanan, polisi PP dan
dari Pemda). Kayu tersebut diambil dari kawasan kontu (disamping rumahnya Pa’
Kausain). Waktu dilakukan, pemuatan kayu tersebut sudah rebah .Yang sempat
diketahui yang terlibat dalam proses pengangkutan adalah Anton Kuati dari Pol
PP dan La Ode Diale (Kadishut Muna). Alasan pengangkutan tidak diketahui.
Pemuatan kayu kayu hasil tebangan liar tersebut dilakukan dengan menggunakan
mobil plat merah.
Aparat yang turun sendiri dilapangan
bertemu langsung dengan masyarakat dan menawarkan pekerjaan bebas hati dengan harga panjang 2 m seharga Rp.
55.000.dan sebelimnya mereka masyarakat dipanjara. Salah satu petugas kehutanan
yang menyuruh masyarakat adalah La Ferudi. Masyarakat yang menebang tidak
diketahui arahnya, jumlahnya , malahan stok kayu melebihi dari pada uang yang
telah diberikan. Aparat tersebut
merupakan penadah atau penampung kayu olahan yang kemudian dibawah di
bagian Desa Nihi (penggergajian Ibu Kokong). Sisa sisa penebangan pihak
kehutanan yang masuk dengan membawa senso dan langsung diangkut menggunakan
mobil plat merah. Alasannya adalah akan dibawa di TPK tetapi setelah dicek di
tempat ternyata hanya sebagian yang sampai disana (TPK). Selain dari kehutanan
, yang terlibat adalah polisi yang mempengaruhi masyarakat yang ada dikawasan
kontu untuk menyediakan kayu jati dalam bentuk kayu gelondongan. Salah satu
aparat polisi yang terlibat adalah Rusli dengan cara mempenagruhi sekaligus
sebagai penadah kemudian penadah menghubungi secara langsung perusahaan.
Perusahaan perusahaan pembeli adalah penggergajian PT. Fajar Alam (terletak di
Sidodadi). Harga jual kayu jati bebas hati (BH) adalah 55.000 per potong dan
batangan mencapai 1,2 juta per kubiknya. Ada
juga salah satu anggota pol PP menawarkan kepada masyarakat untuk membeli kayu,
karena mereka memiliki surat
izin yuang lengkap untuk mengolah kayu. Surat
izin tersebut ditandatangani langsung
oleh Bupati. Dalam hal ini Pol PP memiliki hak yang di kuasakan oleh Bupati
melalui surat
izin yang lengkap. Proses Ilegal loging dilakukan dengan metode tebang muat
terjadi disekitar lokasi patu patu yang
dilakukan pada malam hari. Alat angkut yang digunakan adalah mobil milik
perusahaan PT. Usaha Loka
KRONOLOGIS KASUS
2
(Investigasi
Buton, Konnawe Selatan, dan Sulawesi Selatan)
RABU,
1 September 2004, Pukul 06.47
Wita : Investigator ( Muh. Alimudin ) bersama tim pengamanan
Hutan Jati Kabupaten Muna (Wakil Bupati, DANDIM, dan Kepala Polisi Pamong Praja
star untuk melakukan sidak keperusahaan-perusahaan yang dicurigai menampung
kayu illegal.
Pukul 07:55 : Investigator bersama Tim,
tiba diperusahaan CV Nurtiba salah satu perusahaan Sawmil yang mengolah kayu
jati menjadi kayu olahan (fluring). Diperusahaan ini ditemukan puluhan kubik
kayu yang disinyalir sebagai kayu illegal. Sinyalemen itu diperkuat saat tim
menanyakan surat-surat kayu serta asasl usul kayu tidak mampu dijawab kepala
bagian operasional CV. Nurtiba. Kayu-kayu yang disinyalir sebagai kayu temuan
itu oleh tim diperintahkan untuk tidak diolah sampai pihak perusahaan dapat
menunjukan surat-surat serta asal-usul kayu sebagai bukti keabsahannya.
Pukul 09.41 : Investigator bersama Tim,
tiba diperusahaan Sawmil lainnya yaitu PT. Merkusi yang berlokasi di Desa Nihi
Kec. Sawerigading. Diperusahaan ini tim kembali menemukan puluhan kubik kayu
gelondongan dan puluhan kubik lainnya kayu fluring yang disinyalir illegal.
Hasil Investigasi yang dilakukan, kayu fluring itu merupakan kerja sama antara
perusahaan itu dengan perusahaan-perusahaan sirkel (pengolah kayu jati) gelap. Kayu-kayu
temuan oleh tim diprintahkan untuk disegal.
Pukul 14.30 : Investigator bertemu
dengan tiga pemimpin perusahaan yaitu CV. Rimba Nirwana (Hermanto), Nurtiba
(Ismail) dan PT. Merkusi (Kasim) di lobi ruang kerja Wakil Bupati Muna di
kantor Bupati Muna. Dari hasil interogasi yang dilakukan investigator diakui
oleh ketiga pemimpin perusahaan itu bahwa mereka selama ini menampung kayu
ilegall. Kayu illegal berasal dari Hutan Kontu, Sumpuo dan hutan lainnya di
Muna yang diantar Masyarakat, aparat Kepolisian dan oknum Kehutanan
keperusahaan tersebut. Diakui juga bahwa kayu-kayu olahan dan gelondongan itu
oleh perusahaan dikirim ke pulau Jawa (Surabaya, Malang dan Jepara)
Minggu, 12 September 2004
Investigator
berhasil melacak alur perjalanan kayu ilegal yang berasal dari hutan Sumpuo dan
kampung lama (Tongkuno) serta Oelongko. Kayu-kayu tersebut diantar dengan
menggunakan truk menuju perusahaan milik Hermanto di Lakapera atau melalui
jalan Walengkabola menuju Oenokandoli menuju perusahaan Hermanto atau juga
kemudian dibonkar dipantai Walengkabola kemudian diangkut dengan menggunakan
tongkang menuju Bau Bau.
Khusus
diperusahaan milik Hermanto di Lakapera ditemukan sekitar 100 kubik yang
disinyalir kayu ilegal yang berasal dari kawasan hutan sumpuo dan oelongko.
Tanggal 17 September 2004
Pada saat
penelusuran di Desa Barangka Kab. Buton terungkap dua perusahaan disitu yaitu
perusahaan sawmil PT. Citra Jaya Lestari milik pengusaha Cina asal Singapura
dan pengusaha lokal Umar Samiun yang juga ketua DPD PAN Kab. Buton sering
menampung kayu ilegal asal Muna tepatnya yang berasal dari Walengkabola dan
Tampo. Salah seorang warga masyarakat yang bernama La Uli saat diwawancarai
Investigator mengakui kalau PT. Citra Jaya Lestari sering menerima kayu dari
Raha dengan menggunakan perahu layar motor yang berkapasitas 60 ton. Demikian
pula dengan perusahaan milik Umar Samiun, La Uli juga mengatakan pada hari
kamis tanggal 16 september 2004 PT Citra Jaya Lestari,terakhir menerima kayu
ilegal asal Raha.Hasil pantauan Investigator dalam kawasan perusahaan itu
ditemui kayu-kayu jati asal Muna. Untuk memastikan kalau kayu itu berasal dari
Muna dapat dibedakan dari karateristik kayu yang berasal dari Muna warnanya
lebih coklat bila dibanding kayu jati asl Buton . Informasi yang didapat dari
karyawan perusahaaan itu bahwa perusahaan ini satu grup dengan CV. Nurtiba di
Desa Liabalano Kec. Kontunaga Kab. Muna.
Tanggal 24 Sebtember 2004, di Desa
Oempu Kec. Tongkuno ada rencana pemuatan kayu log dari hutan Sumpuo. Menurut
informan (La Fudi) dalam pemuatan kali ini akan dikawal oleh spead boad
patroli, namun tidak jelas patroli aparat dari mana, namun tidak berhasil
karena ombak pada waktu itu sangat besar.
Sambil menanti
kedatangan kapal yang akan memuat kayu ilegal itu Investigator sempat
mewawancarai masyarakat nelayan di desa oempu (La Kane) pada wawancara itu La
Kane mengaku pada tanggal 1 september 2004 sekitar pukul 20.00 saat mereka
menangkap ikan dengan menggunakan pukat ada sebuah mobil yang di kendarai La
Ode Ido membongkar kayu ilegal disekitar pantai Walengkabola, namun tidak jelas
diangkut kemana dan menggunakan apa. Tapi keesokan harinya kayu-kayu tersebut
telah hilang. Informasi terakhir yang didapat kayu-kayu tersebut dibawah ke
Kab. Buton tepatnya di perusahaan sawmil PT Satria Jaya Lestari di Desa
Barangka Kec. Kapontori.
Tanggal 25 September 2004 , seorang
pengusaha kayu asal Kab. Bulukumba SulSel yang bernama Andi Syahrir direktur
CV. Annisa Jaya Kontruksi dan UD Erlis Jaya yang berlamat di jalan poros
Bulukumba Bira KM.12 telepon 0413 82858 saat ditemui di Tampo Kec. Napabalano
Kab. Muna mengakui pihaknya sering membeli kayu jati log ilegal asal Tampo dan
di perusahaaannya di Bulukumba pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kehutanan
setempat (Kab.Bulukumba Sulsel) dilegalalkan dengan menerbitkan SKSHHnya
kemudian dijadikan fluring untuk dikirim ke Surabaya.
Dalam
penelusuran selanjutnya sekitar pukul 17.00 terungkap bahwa kayu asal Tampo
yang akan dikirim keluar daerah (Bone dan Bulukumba-Sulsel, Tambohuti Kab.
Konsel dan Puupi –Konsel) melalui Napano Topa dan Napano Lagalapu
Kel.Napabalano Tampo. Keterangan salah seorang masyarakat yang tinggal
disekitar pantai Napano Lagalapu yang berhasil di wawancara (La Ode Seha dan
Udin di Napa Lagalapu,)terungkap bahwa
kapal-kapal sering mengangkut kayu log dan olahan (fluring) di pelabuhan
gelap tersebut. Kayu-kayu itu diangkut menuju Sulteng,Sulsel dan Kab. Konsel
(Tambohuti dan Puupi) serta desa Barangka Kec. Kapontori Buton baik dalam
bentuk log maupun fluring.
Khusus fluring
sebelum dikirim diolah terlebih dahulu oleh perusahaan sirkel ilegal (CV.
Nopoli milik miglan), yang juga berloksi
di dekat Napa Lagalapu.
Menurut
keterangan La ode Seha di Tambohuti yang menampung kayu-kayu ilegal adalah Mr.
Tang warga negara Korea, La ode Seaha juga mengatakan pada tanggal 19 september
ada 6 buah kapal kayu mengangkut kayu fluring dari Tambohuti menuju Surabaya.
Tanggal 1 Oktober 2004 , Berdasarkan
keterangan Tamrin warga Tambohuti, perusahaan CV. Karya Putra Raya milik Mr.
Taang dengan direkturnya Bastomi sering membeli kayu ilegal dari Tampo dn Latawe kab.Muna dalam bentuk
log dan fluring. Kerangan Tamrin itu diperkuat dengan adanya rel yang dibuat
dari kayu sepanjang kali menuju bagian belakang perusahaan sawmil CV. Karya
Putra Raya, serta pernyataan Yatno dan Indro pengawas CV Bunti Nurjaya
perusahaan sawmil lainnya di desa tersebut bahwa untuk mengangkut kayu yang
disuplai pada perusahaan di sekitar itu dari palangga dan puupi hanya melalui
jalur darat. Namun di CV Karya Putra Raya ada jalan mengansur kayu di kali yang
menuju ke laut (ada gambarnya).
Tanggal 2 Oktober 2004 , Yatno karyawan
CV Bunti Nurjaya mengatakan bahwa mereka membeli kayu dari IPKTM dan kayu
disekitar desa Omondo untuk kebutuhan perusahaannya, namun setelah kami cermati
ternyata fluring yang dibuat diperusahaan tersebut berasal dari kayu jati yang
berkualitas tinggi seperti kayuu dari Muna. Kejanggalan itu dapat dilihat dari
ukuran kayu yang dimiliki perusahaan itu juga yang menurut Yatno dibeli dari
warga masyarakat, serta pengakuan Yatno bahwa bila kayu lokal dijadikan fluring
maka rendemennya sangat kecil tidak mencapai 10 %. Jadi sangat tidak mungkin
fluring yang telah jadi yang ada diperusahaan itu bahan bakunya dari kayu jati
dari IPKTM atau kayu warga desa tersebut.
Tanggal 4 Oktober 2004 , satu buah
kapal mengangkut kayu jati sekitar 5 kubik dari puupi ke bau-bau. Kapal
tersebut sandar dan membongkar muatannya di Kaobula. Menurut pengakuan pemilik
kapal mereka sering melihat ada kapal dari Tampo dan Latawe ke
perusahaan-perusahaan sawmil di desa puupi dalam bentuk log dan fluring.
Tanggal 6 Oktober 2004, Dua buah kapal
yang berbobot 6 ton sandar dipelabuhan yang dibuat CV. Anugra Alam Lestari
milik Gunawan. Kedua kapal tersebut mengangkut kayu jati dalam bentuk fluring
dan log dari Tampo dan Latawe, menurut pengakuan warga Puupi, perusahaan milik
Gunawan itu tidak pernah membeli kayu dari Puupi karena kualitasnya jelek dan
ukurannya kecil. Semua bahan baku perusahaan itu berasal dari kayu ilegal yang
didatangkan dari Tanpo dan Latawe melalui pulau Tobea Besar. Keterangan
masyarakat itu semakin kuat setelah dicermati fluring yang dihasilkan kualitas
tinggi serta kayu-kayu log diperusahaan itu berdiameter 25 – 40 Cm. Sedangkan
di Puupi kayu jati tidak ada yang berdiameter seperti itu (ada gambarnya).
Pada
penelusuran saat itu juga disekitar perairan Puupi ada satu regu Polairud
(sekitar 5 orang) berpatroli lengkap dengan kapal speed Boat dan senapan laras
panjang. Namun anehnya dua kapal yang mengangkut kayu dari Tampo dan Latawe itu
tidak ditahan.
Perusahaan
yang sempat diidentifikasi dalam perjalanan ke Puupi yaitu: CV. Anugrah Alam
Lestari (direktur- Gunawan) berkantor pusat di Solo, Ko Hong,warga keturunan
Jamaldan Kades Puupi sendiri. CV. Kendari Buana Lestari ( direktur- Andreas)
berkantor pusat di Semarang. Semua
perusahaan tersebut berada di tepi pantai.
Tanggal 17 Oktober 2004, KLM. Mega
Putra mengangkut bahan meubel berupa kursi, meja dan ranjang yang terbut dari
kayu jati melalui pelabuhan Raha menuju pelabuhan Bajoe Kab. Bone Sulsel.
Meubel tersebut tidak dilengkapi dengan surat-surat resmi dan bahan bakunya
sangat kuat dugaan berasal dari kayu ilegal.
Tanggal 20 Oktober 2004, Sebuah kapal
yang sedang sandar di pelabuhan Boepinang mengangkut kayu jati ilegal berupa
balok sebanyak 70 meter kubik. Menurut Nakhoda kapal (Nuhtar) kayu tersebut
berasal dari Muna dan tidak dilengkapi dengan dokumen sedangkan dokumen yang
dimiliki saat itu sebagai syarat untuk mengirim kembali ke Pasuruan Jawa Timur
pada hari jumat tanggal 22 oktober 2004 di uruskan di Dinas Kehutanan Kabupaten
Buton.
Tanggal 21 Oktober 2004, Empat buah
kapal kayu mengangkut kayu jati ilegal asal Muna dan di bongkar di sungai
Kadenge Kec. Barobo Kabupaten Bone Sulsel, (sungai tersebut merupakan pelabuhan
tempat bongkar muat kayu jati ilegal asal Muna sejak tahun 80-an). Kayu-kayu
itu masing-masing dua kapal displai keperusahaan H. Sujud dan dua kapal lainnya
ke perusahaan CV Karya Utama milik H. Akmad. Menurut karyawan H. Ahmad maupun
H. Sujud sejak perusahaan itu berdiri tahun 90-an bahan baku berupa kayu jati
ilegal disuplai dari Muna. Sedangkan Yatno (25) karyawan H. Yayah perusahaan
sawmil lainnya yang juga pemasok kayu jati ilegal asal Muna sejak 3 bulan
terakhir perusahaannya tidak lagi membeli kayu jati asal Muna. Namun kayu ajti
lokal yang diolahnya saat ini kualitasnya sangat rendah dan tidak punya nilai
apa-apa di banding dengan jati asal Muna. Menurut keterangan Sudin karyawan H.
Sujud, semua perusahaan sawmil yang ada di Kab. Bone bahan bakunya berupa kayu
jati 100% di pasok dari Muna dan 99% berasal dari kayu ilegal.
Tanggal 23 Oktober 2004, La Bongke/ La
Cili warga Mabolu memasukan satu Terek (satu buah mobil besar) kayu jati ilegal
di perusahaan sawmil UD. Gorfi anak perusahaan CV. Rimba Nirwana ( Group PT
Usaha Loka) di lakapera Kec. Gu Kab. Buton. Menurut pengakuan La Bongke kayu
tersebut berasal dari Wakumoro.
Data
Pelengkap
-
Perusahaan-Perusahaan
Pengolah/Pembeli Kayu Jati Muna
No
|
Nama Perusahaan
|
Pemilik Perusahaan
|
Alamat
|
Kapasitas Produksi
|
1
|
UD. Jati Raya Lestari
|
H. Jainuddin Nur
|
Lambiku
|
1.000 M3
|
2
|
CV. Adi Saputra
|
Sudiyono
|
Sawerigadi
|
1.000 M3
|
3
|
PT. Fajar Alam Timber
|
Halidah, SE
|
Sidodadi
|
2.600 M3
|
4
|
CV. Nur Tiba
|
Andi Wahid
|
Liabalano
|
1.300 M3
|
5
|
PT. Satria Abadi Timber
|
Edy Lukito
|
Tampo
|
1.500 M3
|
6
|
PT. Mercusi Karya
|
Kokom Komala
|
Nihi
|
3.600 M3
|
7
|
CV. Wiron Karya
|
Haerun
|
Nihi
|
1.500 M3
|
8
|
CV. Rimba Nirwana
|
Hermanto Gunawan
|
Wakadia
|
500 M3
|
9
|
PT. Jati Timber
|
Gunawan Yiedri
|
Wakadia
|
4.000 M3
|
10
|
UD. Timoasi
|
Jie Fentius
|
Wakadia
|
500 M3
|
11
|
CV. Fajar Utama Karunia
|
|
Matarawa
|
1.000 M3
|
12
|
CV. Sowitento
|
Ir. Marlon
|
Matarawa
|
1.200 M3
|
13
|
CV. Cendana Mas
|
H. Arsad
|
Masara
|
3.900 M3
|
14
|
CV. Amboina
|
H. Arsad
|
Masara
|
1.500 M3
|
15
|
CV. Mustika Buana
|
Tumijan
|
Bangunsari
|
500 M3
|
16
|
CV. Karya Andan Neira
|
Awad Bin Idris A.S
|
Wakumoro
|
500 M3
|
17
|
UD. Maka
|
Lantete
|
Matarawa
|
500 M3
|
18
|
CV. Ade
|
Suyono
|
Lagadi
|
500 M3
|
Sumber Data : Dinas Perindag
Kab. Muna tahun 2004
Kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemkab Muna untuk pengelolaan hutan jati di Muna :
1.
Instruksi Bupati Muna No. 11 tahun 2001 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Eksploitasi Kayu jati, Rimba dan Pemanfaatan Tunggak/Ujung
Jati Pada Lokasi Hutan Tanaman Industri
(HTI), Penjarangan Pinus Serta Pengumpulan Kayu Tebangan Liar Masyarakat Dalam
Kawasan Hutan dan Kayu Yang Berasal dari Lahan Milik Masyarakat.
Ironisnya kurang
lebih setahun (13 bulan) berjalan Instruksi ini tanpa diketahui dan disetujui
oleh DPRD Kab. Muna dan setelah WALHI SULTRA melakukan komperensi pers di
Kendari maka Bupati Muna mengeluarkan Surat Keputusan No. 778 tahun 2002
tentang pencabutan instruksi nomor 11 tahun 2001.
2.
Keputusan Bupati Muna No. 782 tahun 2002 tentang
Penetapan Harga Dasar dan Biaya Pengganti Lelang Kayu Jati Barang Temuan dan
atau Sitaan hasil Operasi Tim Pengamanan Hutan Gabungan Kabupaten Muna.
3.
Keputusan Bupati Muna No. ... tahun 2003 tentang
Pembentukan Tim Perumus Penanganan dan Pengelolaan Hutan Dalam Wilayah
Kabupaten Muna.
4.
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Muna No. 02 tahun
2002 tentang Retribusi Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu Pada
Hutan Produksi Alam
5.
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Muna No. 03 tahun
2002 tentang Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu.
6.
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Muna No. 04 tahun
2002 tentang Retribusi Izin Pemungutan Kayu Pada Tanah milik.
7.
Naskah Perjanjian Kerja Sama (Memorandum Of
Understanding) Nomor : 211 / 2649 / DKM antara Dinas Kehutanan Kabupaten Muna
dengan Direktur Utama PT. Usaha Loka Malang tentang Pengolahan / Pemanfaatan
Tunggak Kayu Jati Pada Areal Kawasan Hutan Produksi.
DATA PELELANGAN KAYU JATI TEMUAN TAHUN 2002 – 2003 KABUPATEN MUNA
No.
|
Nomor Lelang
|
Tahun
|
Biaya Pengganti (Rp)
|
Volume (M3)
|
Harga Bersih (Rp)
|
1.
|
11 / 2002
|
04-09-2002
|
150.000/M3
|
607,6530
|
953.995.000
|
2.
|
18 / 2002
|
08-10-2002
|
287.500/M3
|
1.684,7175
|
3.496.850.000
|
3.
|
19 / 2002
|
04-11-2002
|
287.500/M3
|
2.375,7814
|
3.341.650.000
|
4
|
01 / 2003
|
18-02-2003
|
387.500/M3
|
1.443,6881
|
2.091.320.000
|
5
|
40 / 2003
|
01-10-2003
|
287.500/M3
|
4.829,9873
|
4.680.230.000
|
6
|
42 / 2003
|
23-12-2003
|
287.500/M3
|
1.542,6810
|
1.803.780.000
|
|
Jumlah
|
|
1687.500
|
|
16.367.725.000
|
Sumber : Dishut Muna tahun 2003
Keterangan : Tahun anggaran 2002 dilakukan 3 kali pelelangan dan tahun
2003 dilakukan 3 kali pelelangan. Kayu yang dilelang adalah kayu jati temuan.
DISTRIBUSI PEMBAGIAN HASIL ANTARA PEMKAB, PEMPROP, DAN PEMERINTAH PUSAT
ATAS HASIL PENJUALAN JATI
No.
|
Uraian
|
Tahun (Rp)
|
Jumlah (Rp)
|
|
2002
|
2003
|
|
||
1.
|
Hak Pemda Muna (64%)
|
4.987.196.800
|
5.488.268.800
|
10.475.465.600
|
2.
|
Hak Pemprop Sultra (16%)
|
1.246.799.200
|
1.372.067.200
|
2.673.866.400
|
3.
|
Hak Pemerintah Pusat (20%)
|
1.558.499.000
|
1.715.084.000
|
3.277.583.000
|
|
Total
|
7.792.495.000
|
8.575.420.000
|
16.427.914 .000
|
Sumber : Dishut Muna tahun 2003
Keterangan : Hak Pemrop. Sultra
sebesar 16% dan hak Pemerintah Pusat sebesar 20% sampai hari ini tidak
disetorkan oleh Pemkab Muna
PUNGUTAN-PUNGUTAN JATI MUNA
No.
|
Uraian
|
Volume (M3)
|
Harga Bersih (Rp)
|
||
2002
|
2003
|
2002
|
2003
|
||
1.
|
Biaya Pengganti Pada Kayu Jati
Temuan 1
|
4.668,6530
|
7.816.3564
|
1.258.541.449
|
3.028.838.034
|
2.
|
Pungutan Lain dalam Pelelangan
Jati
|
4.668,1522
|
7.816.3564
|
361.781.795
|
605.767.621
|
3.
|
Pungutan Uang Letak 2
|
|
|
584.437.125
|
643.149.750
|
|
Biaya lain
|
|
|
361.781.795
|
605.767.621
|
4.
|
Pungutan Retribusi IPKTM 3
|
8.855,014
|
8.855,014
|
2.656.504.200
|
2.656.504.200
|
5.
|
Pungutan Lain Pada Pemilik IPKTM
3
|
8.855,014
|
8.855,014
|
495.880.784
|
495.880.784
|
|
Total
|
27.046,8110
|
33.342,7156
|
5.718.927.148
|
8.035.908.010
|
Sumber : Dishut Muna tahun 2003
Keterangan :
1. Besarnya
biaya pengganti yang dikenakan kepada pemenang lelang kayu jati temuan tahun
2002 dan 2003 di Kabupaten Muna diatur oleh Surat Keputusan Bupati Muna
2. Besarnya
pungutan uang letak pada pemenang lelang dalam pelelangan kayu jati temuan
tahun 2002 dan 2003 di tetapkan 7,5% dari harga pembelian kayu/pelelangan kayu
3. Pungutan
Retribusi IPKTM didasari oleh Perda No. 4 tahun 2002
4. Volume
kayu jati ex IPKTM yang direalisasi tahun 2002 dan 2003 adalah 23.143 M3,
tetapi volume itu masih diragukan sehingga untuk menghitung besarnya realisasi
IPKTM 2003 diasumsikan sama dengan tahun 2002.
5. Pungutan
lainnya yang dikenakan pada pemilik IPKTM tahun 2002 di Kabupaten Muna selain
dari retribusi IPKTM adalah pungutan “tidak tertulis” yang dikelompokan dalam
retribusi pemanfaatan lahan daerah. Besarnya pungutan adalah Rp. 56.000/M3
DATA HASIL EKSPOLITAS KAYU JATI Menurut APBD 2002
Uraian
|
Volume (M3)
|
Ralisasi (Rp)
|
Kayu jati eksploitasi APBD 2002 1
|
5.839,173
|
1.321.771.456
|
Kayu jati penjualan dibawah tangan 2002 2
|
703,659
|
1.200.000.000
|
Sumber : APBD dan LPJ Bupati 2003
Keterangan :
1. Jika
kayu jati hasil eksploitasi berdasarkan APBD tahun 2002 kualitasnya sama dengan
kualitas kayu temuan yang dilelang tahun 2002 dan than 2003 maka harga dari
kayu jati tersebut kira-kira sebesar Rp.
7.500.000.000
2.
a. Kayu tersebut
adalah kayu barang bukti yang dikembalikan oleh Kejaksaan Negeri Raha kepada
pemiliknya (PT Usaha Loka) sesuai dengan surat Kajari Raha tanggal 16 September
2002 yang ditujukan kepda PT usaha Loka
b.
Berita dikoran tentang keberadaan kayu tersebut sebelum
dikembalikan kepada pemiliknya bahwa kayu jati itu adalah realisasi panjar
Bupati Muna (Ridwan BAE) pada PT Usaha Loka sebesar Rp. 1.200.000.000
PERBANDINGAN APBD DAN LPJ BUPATI MUNA 2002 – 2003
Pendapatan
|
Th. 2002 (Rp)
|
Th. 2003 (Rp)
|
||
|
Rencana
|
Ralisasi
|
Rencana
|
Realisasi
|
Hasil Lelang Jati Temuan
|
|
|
8.250.000.000
|
8.824.551.076
|
Pungutan Biaya Pengganti
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Pungutan Lainnya
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Pungutan Uang Letak
|
-
|
-
|
600.000.000
|
767.926.952
|
Retribusi IPKTM
|
300.000.000
|
825.000.000
|
1.850.000.000
|
2.060.835.985
|
Pungutan Lain Pada Pemilik
IPKTM
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Harga Jati Eksploitasi APBD
2002
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Harga Jati Penjualan Dibawah
Tangan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Total
|
300.000.000
|
825.000.000
|
10.700.000.000
|
11.653.314.013
|
Sumber : APBD dan LPJ Bupati Muna 2003
AKTIVITAS PENGELOLAAN KAYU JATI TAHUN
2002 – 2003
Pendapatan
|
Realisasi Th. 2002
|
Realisasi Th. 2003
|
Hasil Lelang Jati Temuan
|
4.987.196.800
|
5.488.268.800
|
Pungutan Biaya Pengganti
|
1.258.541.449
|
3.028.838.034
|
Pungutan Lainnya
|
361.781.795
|
605.767.621
|
Pungutan Uang Letak
|
584.437.125
|
643.149.750
|
Retribusi IPKTM
|
2.656.504.200
|
2.656.504.200
|
Pungutan Lain Pada Pemilik
IPKTM
|
495.880.784
|
495.880.784
|
Harga
Jati Eksploitasi APBD 2002
|
-
|
7.500.000.000
|
Harga Jati Penjualan Dibawah
Tangan
|
1.2000.000.000
|
-
|
Total
|
11.544.342.153
|
20.418.409.189
|
Sumber : APBD dan LPJ Bupati Muna 2003
SELISIH PENDAPATAN ANTARA AKTIVITAS SESUNGGUHNYA DENGAN LPJ BUPATI 2002 - 2003
URAIAN
|
Tahun 2002 (Rp)
|
Tahun 2003 (Rp)
|
Realisasi pendapatan
pengelolaan jati
|
11.544.342.153
|
20.418.409.189
|
Realisasi LPJ Bupati
|
825.000.000
|
11.653.314.013
|
Selisih
|
10.719.342.153
|
8.765.095.176
|
|
|
|
Sumber : Kajian Yapod tahun 2003
Penutup
Kesimpulan
Dari temuan
investigasi ini disimpulkan bahwa biang rusaknya hutan jati di Kabupaten Muna
sekaligus otak pelaku ilegal loging adalah perusahaan-perusahaan sawmil bekerja
sama dengan oknum aparat serta oknum Dinas Kehutanan Kabupaten Muna, Oknum
Polisi dan TNI.
Rekomendasi
Karena
kontribusi para pengusaha sawmil sangat besar dalam pengrusakan lingkungan
khususnya hutan jati di Kabupaten Muna maka:
2. Tidak
ada pilihan lain pihak Pemkab Muna segera melakukan moratorium eksploitasi
hutan di Kabupaten Muna serta diikuti menutup perusahaan tersebut dan
aset-asetnya yang berupa kayu jati gelondongan dan olahan yang saat ini masih
tertampung diprusahaannya dista oleh negara.
3. Pihak
Kepolisian sebagai institusi penegak hukum supaya segera melakukan langkah
proaktif dengan melakukan penangkapan terhadap pimpinan perusahaan khususnya
pimpinan CV Nurtiba, CV Rimba Nirwana dan CV Merkusi yang telah nyata melakukan
praktek ilegal loging dan timber loundry.
4. Menindak
tegas oknum kepolisian dan Pamong Praja yang memback up pelaku dan yang
melakukan praktek ilegal loging.
5. Menindak
tegas dan melakukan pemecatan pada oknum pegawai Dinas Kehutanan yang melakukan
kerja sama dengan pihak perusahaan guna melakukan praktek timber loundry
khususnya petugas yang menaksir rendemen kayu hasil olahan.
6. Melakukan
moratorium pengiriman kayu jati baik log maupun olahan keluar daerah.
No comments:
Post a Comment
Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam