”Ada yang lemah dalam kepemimpinan Presiden Yudhoyono. Seharusnya semua menteri mengikuti visinya,” papar Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Noer Fajriansyah di Jakarta, Selasa (12/7), sebelum menemui Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Hadir dalam pertemuan dengan belasan pengurus HMI itu adalah Wakil Sekretaris Jenderal Golkar Lalu Mara dan fungsionaris Golkar, Ade Komaruddin.
Menurut Fajri, kelemahan ini tampak sejak lama. Sejak dulu muncul isu bongkar-pasang kabinet. Namun, evaluasi kinerja menteri dan perombakan kabinet (reshuffle) tak pernah terjadi. Semestinya Presiden Yudhoyono berani mengambil keputusan.
Fajri juga mengakui, mahasiswa melihat Indonesia terlalu didominasi masalah politik. Ini bukan hanya terkait Partai Demokrat yang didirikan Yudhoyono, tetapi juga partai lain. Setiap partai memiliki kader bermasalah.
Airlangga Pribadi, pengajar ilmu politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, pun menilai, tidak berjalannya instruksi Presiden menunjukkan kegagalan Yudhoyono dalam membangun kepemimpinan nasional. Semestinya, sebagai pemimpin, Presiden tidak menyalahkan anak buah, tetapi mengundurkan diri.
Syarat kepemimpinan, lanjutnya, adalah mampu menunjukkan nilai-nilai yang diperjuangkan bersama. Syarat kedua adalah memiliki kapasitas untuk menggerakkan aparat di bawahnya untuk mencapai tujuan itu.
Saat semua gagal, Yudhoyono tidak bisa menyalahkan menteri. Ini karena sebagai pemimpin, dia yang memilih menteri yang semestinya mampu bekerja sama dan memiliki kemampuan profesional.
Saat lebih dari 50 persen instruksi Presiden tidak dijalankan, roda pemerintahan tidak bergerak. Ini menunjukkan format kabinet yang tidak efektif.
Secara terpisah, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Garda Pemuda Nasional Demokrat (Nasdem) Martin Manurung di Jakarta, Selasa, menyebutkan, negara Indonesia tengah menuju kegagalan. Kegagalan itu bukanlah karena personalia kabinet, karena anggota kabinet dapat berganti orang, melainkan lebih karena tidak adanya kepemimpinan yang kuat. Indonesia memerlukan pemimpin nasional yang bisa bersikap tegas.
”Tanpa kepemimpinan dan visi yang kuat dari pemimpin bangsa, kita akan gagal sebagai negara. Kita perlu pemimpin nasional yang tegas, yang tidak banyak bicara hanya untuk pencitraan. Kalau dia bisa berubah, kita akan beri kesempatan,” kata Martin.
Di Jakarta, Selasa, belasan mahasiswa yang tergabung dalam Liga Mahasiwa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menyampaikan keresahannya atas kondisi bangsa saat ini. Mereka gelisah karena cita-cita reformasi 1998 untuk memberantas korupsi tidak terlaksana.
Selain menggelar aksi teatrikal di depan pintu masuk gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan memakai kostum gurita sebagai lambang korupsi yang semakin menyebar, aktivis LMND juga menyampaikan surat terbuka kepada KPK. Mereka menilai, pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini justru berjalan mundur.
Mahasiswa merasa penyelesaian kasus besar, seperti pemberian dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun kepada Bank Century, kasus teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan dugaan korupsi oleh bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, tidak jelas. Mereka menilai koruptor di dekat pusat kekuasaan terlalu kuat bagi KPK.
Ketua Umum LMND Lamen Hendra Saputra mengatakan, mahasiswa mendesak KPK segera menuntaskan penanganan kasus korupsi di lingkaran kekuasaan. ”Kami masih menganggap KPK sebagai pilar pemberantasan korupsi. Untuk itu, kami datangi KPK dan mendesak agar segera menuntaskan kasus korupsi di lingkaran Istana,” katanya.
LMND juga mempertanyakan komitmen pemerintahan Yodhoyono dalam pemberantasan korupsi. Menurut Hendra, Presiden tidak bisa bersikap tegas. ”Jika ia seorang pemimpin yang berkarakter tegas dan berani, ia tidak akan melempar kesalahan kepada menterinya,” ujarnya.
Dari Bandung, Selasa, dilaporkan, pertemuan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia yang digelar pada 24-28 Juli 2011 mengagendakan rencana kerja terkait diversifikasi gerakan mahasiswa empat bulan ke depan. Dalam pembahasan agenda, BEM juga melakukan inventarisasi isu terkait kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini.
”Bulan Oktober 2011 adalah dua tahun pemerintahan Yudhoyono-Boediono. Ini akan dijadikan momen untuk mengevaluasi kinerjanya,” ujar Penjabat Pelaksana Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia Muhammad Sayyidi.
Tizar Bijaksana, Presiden Keluarga Mahasiwa Institut Teknologi Bandung, menambahkan, selain membicarakan diversivikasi gerakan mahasiswa, Aliansi BEM Seluruh Indonesia juga berniat mengevaluasi kinerja BEM empat bulan ke belakang.
Mahasiswa juga mengeluhkan kondisi politik dan pemerintahan saat ini. Elite politik sibuk bertransaksi untuk hasrat kuasanya. (ina/lok/ody/dmu/ray)
No comments:
Post a Comment
Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam