Senin, 22/11/2010 14:18 WIBMenghadang Jalan BW dan BM (5) Prof Soetandyo: KPK Mau Mendobrak atau Bersiasat? M. Rizal - detikNews
Add caption |
Jakarta - Bambang Widjojanto memiliki gaya kepemimpinan mendobrak, sedang Busyro Muqoddas memiliki gaya kepemimpinan bersiasat. Siapa yang paling cocok memimpin KPK atau Kejaksaan Agung, tergantung pada tujuan dan tantangan lembaga. Di sinilah DPR dan Presiden berkalkulasi.
Pensiunan Guru Besar FH Universtas Airlangga, Prof Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan, Bambang Widjojanto (BW) dan Busyro Muqoddas (BM) adalah dua orang terbaik dari yang baik di lingkungan aktivis antikorupsi. Mereka memiliki pengalaman organisasi dan kepengacaraan yang kuat. Integritasnya tidak perlu diragukan; demikian juga dengan komitmen penegakan hukumnya.
Hanya gaya kepemipinan saja yang berbeda. Menurut Soetandyo, BW memiliki tipe pemimpin pendobrak. Dia sosok yang tegas, dan berani mengambil risiko dalam menghadapi lawan-lawan. Sementara, BM adalah tipe pemimpin bersiasat. Dia teguh dan liat dalam menghadapi musuh.
Siapa yang cocok menjadi Ketua KPK atau Jaksa Agung, tergantung hendak dikemanakan kedua lembaga itu diarahkan, setidaknya dalam jangka lima tahun ke depan. Dalam hal ini, DPR dan Presiden harus merumuskan misi lembaga terlebih dahulu, baru memilih tipe kepemimpinan yang cocok.
Berikut adalah petikan wawancara dengan Prof Soetandyo yang juga mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sabtu (20/11/2010) lalu.
Bagaimana Anda melihat proses seleksi calon KPK?
Proses seleksi itu sendiri tidak ada masalah, berjalan dengan baik, banyak masukan dari masyarakat juga. Hanya saja kritikan yang sekarang muncul adalah kenapa itu sekarang tidak segera diputuskan.
Dua nama yang dihasilkan Panitia Seleksi, yaitu Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas adalah best of the best, orang yang terbaik dari yang terbaik. Masing-masing memiliki kehandalan sendiri-sendiri.
Sebenarnya orang macam apa yang diperlukan untuk memimpin lembaga semacam KPK?
Saya memang bukan orang yang menjadi bagian dari orang yang ikut menyeleksi atau memilih. Tapi kalau boleh saya mengamati, kedua nama yang muncul ini memang saya kenal walau memang tidak begitu akrab. Saya sering ketemu dan sering berbicara.
Kalau melihat sosok Bambang Widjojanto, memang orangnya sangat ekspresif, suaranya keras dan nyatanya suaranya sangat vokal dan berani. Ini pengamatan dari kacamata saya sebagai orang awam dan luar.
Sementara Pak Busyro memang lebih terlihat njawani, lebih halus, lebih diplomatis dan berpikir panjang. Tetapi saya kira, kedua-duanya merupakan orang pilihan. Kalau dipilih sampai ujungnya adalah terbaik dari yang baik.
Tapi itu nanti terserah kepada yang mau memilih, karena kedua-duanya memiliki kehandalan masing-masing. Kalau butuh gebrakan-gebrakan, ya tentunya Bambang Widjojanto yang dibutuhkan. Tapi kalau membutuhkan orang yang agak lebih penuh selidik dan teliti, ya Pak Busyro. Itu kesan yang telihat.
Makanya kepada para pemimpin bisa mempertimbangkan itu. Terserah kepada DPR untuk memilihnya. Tapi kalau sudah berada di DPR, persoalannya menjadi persoalan like and this like, suka atau tidak suka yang akan muncuk kepermukaan.
Tapi mudah-mudahan, harapannya DPR juga memperhatikan kebutuhan lembaga KPK itu sendiri apa, apakah membutuhkan seorang pendobrak atau orang lebih bisa bersiasat.
Apakah pimpinan KPK harus dari aparat penegak hukum atau pengacara?
Saya kira siapa pun bisa memimpin KPK. Kalau soal apakah bisa dari pengacara, kalau saya lihat advokasi atau pengacara itu kan soal profesinya. Apalagi Bambang Widjojanto selama ini dikenal sebagai advokasi yang baik, dan pernah memimpin YLBHI, yang banyak mengangkat kasus untuk kepentingan rakyat kecil. Saya kira menjadi tidak masalah. Selama ini perannya juga sangat positif, termasuk dalam gerakan antikorupsi dan mementingkan kepentingan lapisan bawah.
Bambang Widjojanto dan Busro Muqoddas memiliki reputasi yang baik. Apakah mereka benar-benar mampu memimpin KPK yang menghadapi banyak tekanan?
Mereka harus bisa melaksanakan tugasnya tanpa ragu-ragu, karena intervensi politiknya begitu kuat dan banyak. Tetapi mereka tentunya punya pengalaman dalam memegang suatu lembaga. Misalnya Pak Busyro yang memegang Komisi Yudisial, telah menunjukan kerja tanpa lelah dan tanpa ragu-ragu. Dia begitu intens dalam satu persoalan, contohnya saat berhadapan dengan Mahkamah Agung dan sebagainya.
Tapi ini tergantung dari lembaga itu sendiri (KPK), jadi ini bukan soal kepribadian masing-masing calon yang menentukan. Mereka tidak bisa berkerja sendirian, tapi memerlukan tim di dalam bekerja. Inilah yang nantinya akan mewarnai kierja dari lembaga itu sendiri.
Siapa pun yang nanti akan jadi memimpin KPK, saya kira tidak menjadi persoalan, karena keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Hanya saja, saya tidak tahu apakah KPK memerlukan orang yang bisa gebrak menggebrak atau bersiasat. Nah, di sini tentunya banyak intervensi politik yang akan masuk.
Di KPK banyak penanganan kasus korupsi yang mandeg juga, khususnya yang menyangkut elit politik. Sanggup tidak di antara keduanya nanti menyelesaikan itu?
Iya itu betul. Tapi DPR tidak bisa memilih yang lain, kecuali dua orang yang disodorkan pemerintah itu. Kan cuma dua pilihannya, ya tinggal pilih saja. Kedua-duanya memang memiliki kepribadian yang berbeda. Tapi soal menghadapi atau menangani korupsi tentunya mereka memiliki visi yang sama dan tergantung timnya nanti.
Tim ini nanti juga menentukan, karena pimpinan KPK itu tidak bisa bekerja sendirian. Belum lagi harus kerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian, Kejaksaan, PPATK dan lainnya. Oleh karena itu, harus bisa tetap bisa menjaga kerjasama, koordinasi dan komunikasi dengan lembaga lainnya.
Ketua KPK yang baru nanti harus bekerja ke dalam dan ke luar juga. DPR sendiri tentunya memiliki pilihan nantinya. Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas saya kira bisa lebih diandalkan dalam menjalankan tugasnya baik ke dalam dan ke luar.
Bila salah satu tidak terpilih menjadi Ketua KPK, apakah mereka pantas menjadi Jaksa Agung?
Kejaksaan itu merupakan bagian dari eksekutif. Sudah barang tentu memiliki itervensi politik yang lebih besar. Bedanya dengan KPK adalah lembaga ini lebih independen dari Kejaksaan, khususnya dalam menangani korupsi. Tapi kalau dalam kedua wilayah ini DPR ikut berbicara atau menangani, seperti pemilihan pimpinan KPK ini. Di situlah pilihan-pilihan politik lebih dikedepankan.
(zal/fay)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
Pensiunan Guru Besar FH Universtas Airlangga, Prof Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan, Bambang Widjojanto (BW) dan Busyro Muqoddas (BM) adalah dua orang terbaik dari yang baik di lingkungan aktivis antikorupsi. Mereka memiliki pengalaman organisasi dan kepengacaraan yang kuat. Integritasnya tidak perlu diragukan; demikian juga dengan komitmen penegakan hukumnya.
Hanya gaya kepemipinan saja yang berbeda. Menurut Soetandyo, BW memiliki tipe pemimpin pendobrak. Dia sosok yang tegas, dan berani mengambil risiko dalam menghadapi lawan-lawan. Sementara, BM adalah tipe pemimpin bersiasat. Dia teguh dan liat dalam menghadapi musuh.
Siapa yang cocok menjadi Ketua KPK atau Jaksa Agung, tergantung hendak dikemanakan kedua lembaga itu diarahkan, setidaknya dalam jangka lima tahun ke depan. Dalam hal ini, DPR dan Presiden harus merumuskan misi lembaga terlebih dahulu, baru memilih tipe kepemimpinan yang cocok.
Berikut adalah petikan wawancara dengan Prof Soetandyo yang juga mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Sabtu (20/11/2010) lalu.
Bagaimana Anda melihat proses seleksi calon KPK?
Proses seleksi itu sendiri tidak ada masalah, berjalan dengan baik, banyak masukan dari masyarakat juga. Hanya saja kritikan yang sekarang muncul adalah kenapa itu sekarang tidak segera diputuskan.
Dua nama yang dihasilkan Panitia Seleksi, yaitu Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas adalah best of the best, orang yang terbaik dari yang terbaik. Masing-masing memiliki kehandalan sendiri-sendiri.
Sebenarnya orang macam apa yang diperlukan untuk memimpin lembaga semacam KPK?
Saya memang bukan orang yang menjadi bagian dari orang yang ikut menyeleksi atau memilih. Tapi kalau boleh saya mengamati, kedua nama yang muncul ini memang saya kenal walau memang tidak begitu akrab. Saya sering ketemu dan sering berbicara.
Kalau melihat sosok Bambang Widjojanto, memang orangnya sangat ekspresif, suaranya keras dan nyatanya suaranya sangat vokal dan berani. Ini pengamatan dari kacamata saya sebagai orang awam dan luar.
Sementara Pak Busyro memang lebih terlihat njawani, lebih halus, lebih diplomatis dan berpikir panjang. Tetapi saya kira, kedua-duanya merupakan orang pilihan. Kalau dipilih sampai ujungnya adalah terbaik dari yang baik.
Tapi itu nanti terserah kepada yang mau memilih, karena kedua-duanya memiliki kehandalan masing-masing. Kalau butuh gebrakan-gebrakan, ya tentunya Bambang Widjojanto yang dibutuhkan. Tapi kalau membutuhkan orang yang agak lebih penuh selidik dan teliti, ya Pak Busyro. Itu kesan yang telihat.
Makanya kepada para pemimpin bisa mempertimbangkan itu. Terserah kepada DPR untuk memilihnya. Tapi kalau sudah berada di DPR, persoalannya menjadi persoalan like and this like, suka atau tidak suka yang akan muncuk kepermukaan.
Tapi mudah-mudahan, harapannya DPR juga memperhatikan kebutuhan lembaga KPK itu sendiri apa, apakah membutuhkan seorang pendobrak atau orang lebih bisa bersiasat.
Apakah pimpinan KPK harus dari aparat penegak hukum atau pengacara?
Saya kira siapa pun bisa memimpin KPK. Kalau soal apakah bisa dari pengacara, kalau saya lihat advokasi atau pengacara itu kan soal profesinya. Apalagi Bambang Widjojanto selama ini dikenal sebagai advokasi yang baik, dan pernah memimpin YLBHI, yang banyak mengangkat kasus untuk kepentingan rakyat kecil. Saya kira menjadi tidak masalah. Selama ini perannya juga sangat positif, termasuk dalam gerakan antikorupsi dan mementingkan kepentingan lapisan bawah.
Bambang Widjojanto dan Busro Muqoddas memiliki reputasi yang baik. Apakah mereka benar-benar mampu memimpin KPK yang menghadapi banyak tekanan?
Mereka harus bisa melaksanakan tugasnya tanpa ragu-ragu, karena intervensi politiknya begitu kuat dan banyak. Tetapi mereka tentunya punya pengalaman dalam memegang suatu lembaga. Misalnya Pak Busyro yang memegang Komisi Yudisial, telah menunjukan kerja tanpa lelah dan tanpa ragu-ragu. Dia begitu intens dalam satu persoalan, contohnya saat berhadapan dengan Mahkamah Agung dan sebagainya.
Tapi ini tergantung dari lembaga itu sendiri (KPK), jadi ini bukan soal kepribadian masing-masing calon yang menentukan. Mereka tidak bisa berkerja sendirian, tapi memerlukan tim di dalam bekerja. Inilah yang nantinya akan mewarnai kierja dari lembaga itu sendiri.
Siapa pun yang nanti akan jadi memimpin KPK, saya kira tidak menjadi persoalan, karena keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Hanya saja, saya tidak tahu apakah KPK memerlukan orang yang bisa gebrak menggebrak atau bersiasat. Nah, di sini tentunya banyak intervensi politik yang akan masuk.
Di KPK banyak penanganan kasus korupsi yang mandeg juga, khususnya yang menyangkut elit politik. Sanggup tidak di antara keduanya nanti menyelesaikan itu?
Iya itu betul. Tapi DPR tidak bisa memilih yang lain, kecuali dua orang yang disodorkan pemerintah itu. Kan cuma dua pilihannya, ya tinggal pilih saja. Kedua-duanya memang memiliki kepribadian yang berbeda. Tapi soal menghadapi atau menangani korupsi tentunya mereka memiliki visi yang sama dan tergantung timnya nanti.
Tim ini nanti juga menentukan, karena pimpinan KPK itu tidak bisa bekerja sendirian. Belum lagi harus kerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian, Kejaksaan, PPATK dan lainnya. Oleh karena itu, harus bisa tetap bisa menjaga kerjasama, koordinasi dan komunikasi dengan lembaga lainnya.
Ketua KPK yang baru nanti harus bekerja ke dalam dan ke luar juga. DPR sendiri tentunya memiliki pilihan nantinya. Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas saya kira bisa lebih diandalkan dalam menjalankan tugasnya baik ke dalam dan ke luar.
Bila salah satu tidak terpilih menjadi Ketua KPK, apakah mereka pantas menjadi Jaksa Agung?
Kejaksaan itu merupakan bagian dari eksekutif. Sudah barang tentu memiliki itervensi politik yang lebih besar. Bedanya dengan KPK adalah lembaga ini lebih independen dari Kejaksaan, khususnya dalam menangani korupsi. Tapi kalau dalam kedua wilayah ini DPR ikut berbicara atau menangani, seperti pemilihan pimpinan KPK ini. Di situlah pilihan-pilihan politik lebih dikedepankan.
(zal/fay)
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!
No comments:
Post a Comment
Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam