Pada masa pemerintahan la Ode Pulu, intervensi politik Kolonial Belanda di Kerajaan Muna semakin kuat. Pada akhir masa pemerintahan La Ode Pulu ( 1918 ) Pemerintah Kolonial belanda dan Kesultanan Buton ( Sultan Buton Saat itu La Ode Muh. Asikin ) secara sepihak melakukan perjanjian yang dikenal dengan Korte Verklaring pada 2 Agustus 1918. Isi perjanjian tersebut adalah Belanda hanya mengakui ada dua pemerintahan setingkat swapraja di Sulawesi tenggara yaitu Swapraja Laiwoi dan Swapraja Buton. Dengan demikian menurut perjanjian tersebut secara otomatis muna menjadi bagian dari Kesultanan Buton/ Underafdeling.
Sebagai Raja yang berdaulat dan diangkat oleh Sarano Wuna, La Ode Pulu melakukan perlawanan dan tidak mengakui perjanjian tersebut. Akibatnya La Ode Pulu di asingkan di Nusa Kambangan. Selama dua Tahun pasca pemerinyahan La Ode Pulu, Kerjaan Muna berada dalam Kekuasaan Kolonial Belanda sampai dewan Adat ( Sarano Wuna mengadakan rapat dan mengangkat La Ode Afiuddin sebagai Raja.
Jadi secara resmi Pemerintahan Kolonial Belanda berhasil menguasai Muna pasca penanda tanganan perjanjian Korte Varklering tersebut yaitu tahun 1918. Ada juga yang mengatakan Belanda berhasil menguasai Muna pada tahun 1906 yaitu bertepatan dipindahkanya Ibu Kota Kerajaan Muna dari Kota Muna ( Kampung Lama ) ke Kota Raha ibu Kota Kabupaten Muna saat ini. Pemindahan Ibu Kota Kerajaan Muna dari Kota Muna ke Raha itu terjadi pada masa pemerintahan Raja Muna ke – 30 La Ode Ngkaili.
No comments:
Post a Comment
Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam