.
Lakilaponto adalah Raja Muna VII ( 1538- 1541 M ) putera Raja Muna VI
Sugi Manuru dari isterinya Wa Tumaidongi. Dia adalah manusia yang fenomenal dan memimiliki kesaktian
yang tinggi, ahli strategi perang, piawai dalam berdiplomasi serta pakar ketata
negaraan. Karena kepiawaiannya tersebut LA KILAPONTO pernah memimpin lima kerajaan besar dalam
waktu bersamaan, hal ini dijelaskan dalam dokumen koleksi Belanda “ Adapun tatkala Murhum menjadi raja di Negeri Buton
ini, tatkala dikaruniai Murhum, maka menjadilah
sekalian Negeri, karena ia raja
La Kilaponto membawahi negeri yang besar yaitu Buton dan Wuna, jadi ikut sekalian
negeri seperti kaledupa dialihkan, Mekonggo dialihkan, dan kabaena di Alihkan.
Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum” ( Koleksi Belanda, hal 1 ).
Karena
itulah LA KILAPONTO dikalangan masyarakat muna di beri gelar ‘ mepokonduaghono Ghoera’ artinya orang
yang menggabungkan Negeri/Kampung sedangkan di Buton mendapat Gelar
Murhum/Qaimuddin Khalifatul Khamis/ Timba-timbanga.Di Kerajaan konawe La
Kilaponto mendapat gelar Haluoleo.
Dari
semua kerajaan yang pernah dipimpinnya, hanyalah di kerjaan Buton LA KILAPONTO memerintah
cukup lama yaitu 46 tahun ( 1538 – 1584 M ). Di
kerajaan Muna LA KILAPONTO menjadi raja kurang lebih 3 tahun ( 1538 – 1541 M ),itupun diembanya secara bersamaan dengan
empat kerajaan lainnya yaitu Kerajaan Buton, Kerajaan Konawe, Kerajaan kabaena
dan kerajaan Kaledupa.
Setelah Kerjaan
Buton diproklamirkan menjadi kesultanan, Jabatan Raja pada kerajaan Muna dilanjutkan oleh adiknya LA POSASU sebagai
Raja Muna VIII. Sedangkan di
kerajaan-kerajaan lainnya ( Konawe, Kabaena dan Kaledupa ) tidak ada catatan
sejarah yang mengungkapkan berapa lama LA KILAPONTO menjadi Raja di kerajaan tersebut serta
bagaiman proses penyerahan kekuasaan pasca LA KILAPONTO.
LA KILAPONTO menjadi Raja
pada kerajaan – kerajaan sebagai mana disebutkan diatas bukan karena invasi Kerajaan Muna terhadap
kerajaan-Kerajaan tersebut, tetapi karena kharisma beliau atau penghargaan terhadap dirinya karena
berhasil melakukan sesuatu yang besar dinegeri tersebut. Hal ini dapat dilihat setelah beliau
menjadi Penguasa di negeri itu
dia tidak berusaha untuk menjadikan negeri itu sebagai koloni atau
bagian dari Kerajaan Muna, tetapi
membiarkan tetap merdeka dan Berdaulat.
Padahal bila mau LA KILAPONTO dapat saja menggabung kerajaan-kerajaan
tersebut dibawah kerajaan Muna karena sebagai raja dia punya kekuasaan yang
besar dan sangat disegani oleh rakyat di negeri tersebut.
LA KILAPONTO dikenal
mewarisi ilmu yang diturunkan oleh ayahandanya SUGI MANURU di bidang Tata Negara, diplomasi dan strategi
perang. Potensi yang dimiliki LA
KILAPONTO tersebut telah dilihat oleh ayahandanya SUGI MANURU. Olehnya itu sebelum
dinobatkan menjadi Raja Muna, LA KILAPONTO ditugaskan untuk melaksanakan misi diplomasi
dibeberapa kerajaan seperti Todore, Ternate, Banggai dan Luwu. ( Lakimi;
Sejarah Muna, Jaya Press Raha).
Misi
diplomatik yang dilakukan LA KILAPONTO sangat sukses, sebab beliau dapat
meyakinkan kerajaan-kerajaan yang dikunjunginya untuk menjalin kerja sama
dengan kerajaan Muna.Hal ini dibuktikan setelah kunjungan diplomatik tersebut
sudah tidak ada lagi gangguan keamanan dan kedaulatan Kerajaan Muna yang datang
dari kerajaan-kerajaan yang pernah dikunjunginya.
Selama
menjadi penguasa di Negeri Buton LA KILAPONTO menunjukan
kepakarannya dalam bidang ketatanegaraan. Hal ini dapat dilihat
saat beliau melakukan penataan sisten ketata negaraan Kerajaan tersebut.
Beliau juga menanamkan falsafa atau
nilai-nilai dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti yang
diajarkan oleh SUGI MANURU yaitu ;
Þ Pobini-biniti kuli, ( saling tengang rasa )
Þ Poangka-angka tau, ( Saling harga-menghargai )
Þ Poma-masigho, ( Saling sayang- menyayangi )
Þ Poadha-adhati. (Saling menghormati )
Keempat
prinsip dasar diatas wajib dipahami dan dijalankan oleh setiap warga kerajaan
dalam hal ini termasuk juga Raja dan aparat kerajaan lainnya.
LA KILAPONTO juga menyebar
luaskan konstitusi Negara kerajaan Muna pada kerjaan-kerajaan yang dipimpinnya
Yaitu :
¨ Hansuru –hansuru badha Sumano kono
hansuru liwu ( Biarlah badan
binasa asal Negara tetap berdiri ).
¨ Hansuru-hansuru Liwu Sumano kono hansuru Ahdati ( kalaupun Negara harus bubar adat tetap harus dipertahankan ).
¨ Hansuru-hansuru Adhati sumano Tangka Agama ( Kalupun adat tidak bisa lagi dipertahankan, agama
harus tetap ditegakkan ).
Falsafah
dasar dan Konstitusi kerajaan Muna yang telah di ajarkan oleh Ayahandanya Raja
Muna VI Sugi Manuru kemudian disebar luaskan
pada kerajaan-kerajaan yang pernah dipimpin oleh LA KILAPONTO. Tentu
saja falsafa dasar dan konstitusi tersebut diadaptasi dengan nilai-nilai yang
dianut oleh masyrakat setempat dalam hal ini termasuk nilai-nilai Islam sebelum
dijadikan sebagai Konstitusi Kerajaan.
Sikap toleransi terhadap masuknya nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat local dan nilai- nilai agama yang positif merupakan strategi untuk menghindari konflik
dan penolakan masyarakat terhadap ajaran itu. Karena jasanya tersebut.
Keberhasilan LA KILAPONTON dalam mengajarkan nilai-nilai dasar sebagaimana yang
diadopsi dari nilai-nilai dasar Kerajaan Muna tersebut membuat dirinya
dianugrahi gelar Timba-timbanga oleh rakyat Buton
Konsitusi
pada Kerajaan / kesultanan Buton yang diajarkan oleh La Kilaponto mulai ditulis pada masa Sultan Buton IV
DAYANU IKSANUDDIN (1597- 1631 M). Sebagai penganut islam yang taat
Dayanu Ikhsanuddin juga memasukan
nilai-nilai Islam dalam konstitusi tersebut. Konstitusi Kesultanan Buton yang
ditulis oleh Dayanu Iksanuddin tersebut dikenal dengan Martabat Tujuh.
Karena Martabat Tujuh memuat tentang tatanan dasar
kenegaraan Kesultanan Buton, oleh para pakar martabat tujuh kemudian
menganggapnya sebagai Konstitusi Kesultanan Buton. Konstotusi yang bernama
martabat tujuh tersebut diproklamirkan
pada masa Kesultanan Buton masih di bawah pimpinan SULTAN DAYANU IKHSANUDDIN.
DAYANU IKHSANUDDIN adalah
cucu LA KILAPONTO dari
putrinya PARAMASUNI yang
bersuamikan LA SIRIDATU putera
Raja Batauga.
Menurut
A.E. saidi dalam makalahnya pada Simposium Internasionel Pernaskahan Nusantara
IX di Baruga Keraton Buton 5 - 8 Agustus
2005, Martabat Tujuh di
Undangkan oleh Sapati LA SINGGA pada tahun 1610 M di depan Masjid Agung
Keraton. Inti dari Konstitusi Martabat Tujuh
yaitu ; 1) Pomae-maeyaka; 2) Popiara-piara’ 3) Po maa-maasiaka. 4) Poangka-angkataka. Keempat nilai dasar dari Konstitusi martabat Tujuh
memiliki makna yang sama dengan apa yang
diajarkan oleh Raja Muna VI SUGI MANURU pada tahun 1438 M. Demikian pula tatanan
pemerintahan yang dianut kesultanan Buton seperti yang termuat dalam Martabat
Tujuh juga merupakan sisten dan tatanan pemerintahan yang diterapkan oleh
Kerajaan Muna sejak jaman SUGI MANURU Raja Muna VI ( Baca; Sugi Manuru )
.
Selain
alhi di bidang Tata Negara, LAKILAPONTO juga piawai dalam bidang diplomasi
serta ahli dalam strategi perang. Kemampuan diplomasi LA KILAPONTO dibuktikan dengan dapat
mendamaikan konflik dua kerajaan besar
di jazirah Pulau Sulawesi bagian Tenggara yaitu
kerajaan Konawe dan Mekongga. Konflik kedua kerajaan tersebut telah
berlangsung lama dan telah banyak menelan korban nyawa dan harta.
Dengan kemampuan
diplomasinya LA KILAPONTO konflik tersebut diselesaikan hanya dalam
waktu delapan hari, sehingga di kedua kerajaan tersebut LA KILAPONTO di
beri gelar “HALUOLEO” yang artinya delapan hari. Karena sukses mendamaikan konflik
tersebut, LA KILAPONTO dinikahkan dengan Putri Raja Konawe yang bernama ANAWAY ANGGUHAIRAH serta dinobatkan menjadi Mokole
Konawe.
Sebagai
mana kerajaan-kerajaan kuno lainnya, LA KILAPONTO menjalankan strategi
diplomasinya melalui perkawinan. Dalam beberapa sejarah ditulis selama hidupnya
La Kilaponto melakukan perkawinan sebanyak 5 kali, berturut-turut putri yang
dikawininya adalah :
1. WA TAMOIDONGI ( Putri Raja
Buton V LA MULAE)
2. WA ANAWAY ANGGUHAIRAH ( Putri Mokole Konawe )
3. Putri raja Jampea
4. Putri Raja selayar OPU MANJAWARI
5. WA SAMEKA ( Putri Sangia YI TETE )
Dari
masing-masing perkawinannya tersebut, LA KILAPONTO/SULTAN KAIMUDDIN
KHALIFATUL KHAMIS/SULTAN MURHUM memperoleh putra dan putri yaitu :
1. Perkawinan dengan WA TAMPOIDONGI tidak
memperoleh anak
2. perkawinan dengan ANAWAI ANGGUHAIRAH memperoleh 3 orang puteri
yaitu WA ODE POASIA, WA ODE LEPO-LEPO dan WA ODE KONAWE.
3. perkawinan dengan putri raja Jampae
memperoleh 1 orang putera yang bernama LA TUMPAMASI (Sangia Boleko). La
Tumpamasi kemudin menjadi Sultan Buton II menggantikan ayahandanya dengan gelar
Sultan Qaimuddin II.
4. Perkawinan dengan putri raja Selayar
memperoleh 1 orang putera yang bernama LA SANGAJI (Sangia
Makengkuna). La Sagaji kemudian menjadi Sultan III mengantikan
kakaknya lain ibu La Tumpamasi dengan gelar Sultan Qaimuddin III
5.Perkawinan dengan Wa Sameka memperoleh 4
orang puteri yaitu Paramasuni (istri LA SIRIDATU putra Raja Batauga),
Wasugirampu (istri LA GALUNGA cucu Raja Buton V La Mulae), WABUNGANILA
(istri LA KABAURA putra raja Batauga) dan WABETA (istri LA
SONGO raja Kambe-kambero). Sultan
Buton IV Dayanu Iksanuddin adalah cucu La Kilaponto dari
putrinya Paramasuni buah perkawinannya dengan La Siridatu
Putra Raja Batauga.
Sedangkan
kemampuan strategi perangnya dibuktikan
saat menumpas pemberontak LA BOLONTIO yang berasal dari Tobelo. LABOLONTIO
yang terkenal sakti dan sangat kejam dalam melakukan aksinya sehingga Kerajaan Buton tidak mampu lagi menghadapinya.
Raja Buton saat itu LA MULAE dan segenap rakyatnya telah putus asa sehingga memaksa dia membuat sayembara. Isi
dari sayembara tersebut adalah “ barang
siapa yang dapat menumpas pemberontakan Labolontio akan dikawinkan dengan salah
satu putri Raja “ yang bernama WA TAMPOIDONGI. WA TAMPOIDONGI terkenal sangat cantik
dan menjadi rebutan petinggi-petinggi Kerajaan Buton dan kerajaan-kerajaan
tetangga.
Sayembara yang dibuat oleh Raja Buton LA
MULAE tersebut mengundang minat
satria-satria di kerajaan tetangga untuk
ambil bagian. Mereka sangat tertarik untuk mempersunting putri Raja yang
kecantikannya sudah terkenal di
mana-mana. Salah seorang petinggi kerajaan tetangga yang mengikuti sayembara
tersebut adalah Raja Selayar Ompu
Manjawari dan Raja Jampea.
Sudah
sekitar satu tahun sayembara dibuka, para peserta sayembara telah mengeluarkan
segala kemampuannya, namun tidak ada
satupun dari satria-satria yang ikut
dalam kompetisi tersebut yang dapat menumpas Labolontio. Bahkan Labolontio dan
pasukannya semakin merajalela dan telah menguasai beberapa wilayah Kerajaan
Buton seperti Palabusa dan Barangka .
Bukan saja itu bahkan Labolontio sudah
mengancam kerajaan-kerajaan tetangga Buton
termasuk Kerajaan Muna.
Kabar
semakin mengganasnya Labolontio dan pasukannya ikut meresahkan LA KILAPONTO
yang baru saja dilantik menjadi Raja Muna VII. Olehnya itu LA KILAPONTO
meminta saran dari Ayahandanya SUGI MANURU dalam menyikapi ancaman
tersebut.
Setelah mendengar masukan-masukan dari LA
KILAPONTO dan beberapa petinggi kerajaan lainnya, SUGI MANURU Raja
Muna VI yang juga ayaahannda dari LA KILAPONTO menyarankan pada LA KILAPONTO untuk segera pergi ke Buton,
menumpas LABOLONTIO sekaligus menyelamatkan Negeri Buton dari
kehancuran. Jadi keikutsertaan LAKILAPONTO dalam menumpas LABOLONTIO
bukan untuk mengikuti sayembara yang dibuka oleh Raja LA MULAE tetapi
melakukan misi Kerajaan Muna untuk menyelamatkan Negeri Muna dari ancaman LABOLONTIO
sekaligus menyelamatkan Negeri Buton.
Sesampainya
di Buton dengan tanpa terlebih dahulu menghadap pada Raja LA MULAE, LA KILAPONTO langsung menyusuri pantai, mencari LABOLONTIO, orang yang telah membuat Raja Buton dan
segenap rakyatnya kalang kabut dan tidak berdaya.
Dalam
pertarungan di pasisir Kerajaan Buton, LABOLONTIO di buat bertekuk lutut bahkan mati ditangan LA
KILAPONTO.
Sebagai
bukti telah membunuh LABOLONTIO, LA KILAPONTO membawa kepala LA
BOLONTIO di hadapan Raja Buton LAMULAE.
Maksud LAKILAPONTO menghadap Raja
LA MULAE adalah untuk menyampaikan bahwa Kerajaan Buton saat ini telah aman
sebab pengacau keamanan telah berhasil di bunuhnya sekaligus berpamitan untuk pulang ke Muna meneruskan
tugasnya sebagai Raja Muna.
LA KILAPONTO tidak menuntut apapun
dengan apa yang telah di lakukannya. LA KILAPONTO berpikir misinya
menumpas LABOLONTIO selain membantu kerajaan Buton yang berada dalam
ambang kehancuran, juga menjaga keamanan dan kedaulatan Kerajaan Muna dari
gangguan pihak luar.
Lain
dengan Raja Buton LA MULAE dan
segenap rakyatnya, LA KILAPONTO oleh mereka dianggap telah berjasa
menyelamatkan Kerajaan Buton dari gangguan keamanan. Untuk itu LABOLONTIO berhak mendapatkan hadia seperti isi dari sayembara yang telah dibuat Raja LA MULAE.
Sebagai Raja, LAMULAE harus tetap
konsisten menjalankan apa yang telah
diucapkan. Untuk itu pernikahan antara LA
KILAPONTO dan Putri Raja WA TAMPOIDONGI tetap harus dilaksanakan.
Dengan rasa berat dan penghargaan terhadap
Raja Buton LAMULAE, akhirnya LAKILAPONTO menerimah untuk
dinikahkan dengan putri raja seperti isi sayembara yang di buat Raja LAMULAE.
Namun demikian LA KILAPONTO tetap mengajukan syaraat bahwa setelah
pernikahan dilaksanakan dia tetap kembali ke Kerajaan Muna untuk menjalankan
tugasnya sebagai Raja Muna. Persyaratan itu diterimah dan pernikahan keduanya
pun dilaksanakan. Setelah prosesi pernikahan dilaksanakan LA KILAPONTO
langsung berpamitan untuk Kembali Ke Kerajaan Muna sedangkan isrinya tetap
tinggal di Kerajaan Buton bersama kedua orang tuanya.
Belum
cukup satu tahun menjalankan pemerintahanya sebagai Raja Muna setelah menumpas LABOLONTIO,
Raja Buton V LA MULAE meninggal dunia. Karena raja LA MULAE tidak
memiliki anak Laki-laki, maka petinggi-petinggi Kerajaan Buton bersepakat untuk
mengangkat LA KILAPONTO sebagai Raja Buton VI menggantikan LA MULAE.
Kesepakatan para petinggi Kerajaan Buton
tersebut kemudian di sampaikan pada LA KILAPONTO dengan
cara mengutus beberapa utusan untuk datang ke kerajaan Muna. Awalnya LA
KILAPONTO merasa sangat berat
menerima kesepakatan yang telah dibuat oleh para petinggi Kerajaan Buton
untuk menjadi Raja di kerajaan Buton, karena saat itu LA KILAPONTO sedang
menjadi raja di kerajaan Muna dan Kerajaan Konawe serta baru saja memulai melakukan
penataan system pemerintahan di kedua Kerajaan tersebut .
Namun
atas saran Ayahandanya dan melalui pertimbangan yang matang, akhinya LA
KILAPONTO mau menerima untuk menjadi Raja di Kerajaan Buton. Dengan
diterimahnya menjadi Raja Buton,
maka secara otomatis pada saat itu LA KILAPONTO menjadi Raja di
tiga kerajaan besar di Sulawesi Tenggara yaitu Kerajaan Buton, Kerajaan Muna
dan Kerajaan Konawe, karena itulah oleh masyarakat Muna LA KILAPONTO mendapat
gelar ‘Omputo Mepokonduaghoono
Ghoera ’ artinya orang
yang mengawinkan Negeri/Kampung.
Pada
sebuah hikayat disebutkan, saat LA
KILAPONTO menjadi Raja di Kerajaan Muna, Buton dan Konawe, kerajaan-kerajaan lainya yaitu
Kerajaan kaledupa,
Kerajaan Mokole dan Mekongga ikut menggabungkan diri dibawa kekuasaan LA
KOLAPONTO, sebagai mana kutipan
berikut ‘Adapun
tatkala Murhum menjadi raja di Negeri Buton ini, tatkala dikaruniai Murhum,
maka menjadilah sekalian Negeri, karena ia raja La Kilaponto membawahi negeri
yang besar yaitu Buton dan Wuna, jadi ikut sekalian negeri seperti kaledupa
dialihkan, Mekongga dialihkan, dan
kabaena di Alihkan. Maka sekalian negeri pun dialihkan oleh Murhum” ( Koleksi Belanda, hal 1 ).
Selama
tiga tahun LAKILAPOTO menjadi raja di lima kerajaan besar di Sulawesi
Tenggara, nilai-nilai Islam yang di seberbakan seorang Ulama dari Arab SYEKH ABDUL WAHID yang
juga merupakan guru agama LA KILAPONTO sejak sebelum menjadi Raja Muna
VII yang di bantu seorang imam dari Patani yang bernama FIRUS MUHAMMAD
mulai mempengaruhi istana Kerajaan Buton
dan menjadi agama resmi keraajaan, maka bentuk pemerintahan di rubah menjadi
kesultanan dan La Kilaponto Menjadi Sultan Pertama dengan Gelar SULTAN
MURHUM/ SULTAN KAIMUDDIN KHALIMATUL KHAMIS.
Menyusul
berubahnya Buton menjadi Kesultanan (948
H/ 1542 M ), LAKILAPONTO kemudian menyerahkan jabatannya pada kerajaan-kerajaan lainnya. Misalnya di
Kerajaan Muna. Pada Kerajaan Muna, LAKILAAPONTO
menyerahkan jabatannya kepada adiknya LA
POSASU untuk menjadi Raja Muna VIII. sedangkan dikerajaan-kerajaan lainnya
tidak ada data yang pasti bagai mana proses penyerahannya.
Namun
yang pasti pada saat itu juga Kerajaan Konawe dan kerajaan-kerajaan
lainya yang pernah di pimpin LAKILAPONTO
telah memiliki raja sendiri-sendiri. Walaupun LAKILAPONTO pernah
memimpin kerajaan-kerajaan tersebut, namun setelah dia melepaskan jabatannya, LAKILAPONTO tetap
mengakui kerajaan-kerajaan tersebut
sebagai Negara merdeka dan berdaulat.
Setelah
LAKILAPONTO Menjadi SULTAN di Kesultanan Buton dan adiknya LA
POSASU menjadi Raja Muna VIII, kedua
bela pihak mengadakan perjanjian. Isi dari perjanjian tersebut adalah wilayah
kerajaan Muna bagian Selatan yang terdiri dari
Mawasangka dan GU diserahkan ke Buton. Sebagai gantinya, Wialayah
pesisir Barat Buton bagian Utara yaitu Wakorumba dan Kulisusu diserahkan pada
Muna. Termasuk dalam perjanjian itu
kesepakatan untuk saling membantu dan bekerja sama bila kedua kerajaan
menghadapi situasi pelik, termasuk ancaman dan intervensi dari luar ( La kimi-
Sejarah Muna, Jaya pres Raha).
Hubungan
persaudaraan di antara kedua Kerajaan- kerjajaan yang pernah dipimpin oleh LA
KILAPONTO, terjalin hangat selama kurang
lebih 3,5 abad. Namun, Setelah Kesultanan Buton bekerja sama dengan Kolonial
Belanda dan dalam kerangka politik pecah belah,
pemerintah kolonial Belanda bersama Sultan Buton LAODE MUH. ASIKIN,
secara sepihak membuat perjanjian yang disebut Korte Verklaring
pada 2 Agustus 1918 (Jules Couvreur ,
Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna- Artha Wacana Press, Kupang, Nusa Tenggara
Timur, 2001).
Perjanjian sepihak tersebut tidak pernah
diakui oleh Raja Muna. perlawanan terhadap perjanjian Korte Verklaring
ditunjukan oleh raja Muna LA ODE DIKA gelar OMPUTO KOMASIGINO
yang tidak mematuhi perjanjian tersebut termasuk membayar pajak kepada Sultan Buton seperti
yang diatur dalam perjanjian Korte Verklaring . Raja Muna LA ODE DIKA juga tidak mau
tunduk saat bertemu dengan Sultan Buton. Bahkan LA ODE DIKA mengangkat
telunjuknya seakan mengancam saat bertemu dengan Sultan Buton di Istana Sultan Buton. Sikap Raja LA ODE
DIKA tersebut oleh Sultan Buton di adukan kepada penguasa colonial Belanda
di Makassar. Akibatnya LA ODE DIKA di pecat kemudian penguasa colonial
Belanda di makkasar menunjuk LA ODE PANDU sebagai Raja Muna menggantukan
LA ODE DIKA.
LA KILAPONTO / SULTAN MURHUM / SULTAN KAIMUDDIN KHALIFATUL KHAMIS Putra Raja Muna SUGIMANURU Yang Agung
mengakhiri masa pemerintahannya di
Kesultanan Buton karena wafat tahun 1584 setelah memerintah lebih kurang
46 tahun ( sebagai raja Buton VI selama 3 tahun dan sebagai Sultan I selama 43
tahun ), dan menjadi Raja Muna selama
tiga tahun ( (1488- 1491 M ),. Setelah LA KILAPONTO / SULTAN
MURHUMIN / SULTAN KAIMUDDIN KHALIFATUL KHAMIS meninggal dunia, Sara
Kesultanan Buton memilih LA TUMPAMASI (Sangi Boleka) Putranya dari
perkawinannya dengan Putri Raja JAMPEA ( Suku Bajo ? ) sebagai sultan
Buton II dan dilantik pada tahun itu juga.
No comments:
Post a Comment
Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam