SYARIFUDDIN UDU SOLUSI UNTUK MUNA 2020-2025

SYARIFUDDIN UDU SOLUSI UNTUK MUNA 2020-2025

20 February 2012

Anomali Dalam Cerpen " La Ran gku "

“Lantas, Bapak bercerita tentang layang-layang pertama, tentang Kaghati dari Muna; tentang seorang raja bernama La Pasindaedaeno yang mengorbankan anaknya, La Rangku, yang kemudian di makamnya tumbuh gadung; tentang layang-layang dari daun gadung dengan benang dari serat daun nanas, Kaghati, yang diterbangkan selama tujuh hari tujuh malam lalu benangnya diputus pada malam terakhir; tentang kepercayaan suku Muna pada Kaghati yang akan terbang mencapai matahari, dan memberkati mereka….” (“La Rangku”, halaman 19).
Itulah sebagian dari cerita pendek (Cerpen) “La Rangku” karya Niduparas Erlang. Karya itu merupakan pemenang lomba manuskrip cerpen Festival Seni Surabaya, beberapa waktu lalu, yang mengangkat tema anomali. Ada yang menyebutkan bahwa cerita-cerita dalam kumpulan cerpen tersebut merupakan kumpulan ketidaklaziman yang beredar dalam masyarakat modern.
Judul cerpen yang terangkum dalam kumpulan cerpen La Rangku tersebut ialah “Api Terus Menggelora dalam Matanya”, “La Rangku, “Tarawengkal”, “Pernikahan Itu”, “Balon Itu Menyimpan Sisa Napasnya”, “Re”, “Sayap Malaikat Ini Untukmu”, “Sesuatu Retak di Senja Itu”, “Aku Harus Tidur Purna”, “Gaco”, dan “Sula”. Cerpen-cerpen itu, secara langsung maupun tidak, bersinggungan dengan kebiasaan sehari-hari serta budaya dan kebudayaan masyarakat Indonesia.
Anomali merupakan bentuk dari ketidaknormalan, ketidaklaziman, kontradiksi, atau hal-hal yang terkait dengan sebuah pertentangan yang tidak bisa diterima begitu saja dengan pasrah. Itu sebabnya, ketika membahas cerpen ini di Rumah Dunia, Serang, Banten, Sabtu pekan lalu, berbagai macam sudut pandang atau perspektif bermunculan.
Ada yang menyebutkan bahwa cerita-cerita yang terangkum dalam cerpen tersebut merupakan cerita budaya yang coba kembali dikuak dalam kehidupan. Kutipan paragraf di atas bisa menjadi sebuah anomali yang besar dan konkret dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Indonesia, pada zamannya, memercayai kaghati, yakni sebuah layang-layang yang terbang selama tujuh hari tujuh malam dan mencapai matahari. Saat itu, kebiasaan mendongeng atau budaya literasi biasa dilakukan orang tua pada anaknya atau nenek pada cucunya.
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan konteks kekinian, jangankan budaya bercerita dan mendengar, budaya membaca pun sudah mulai lekang. Hal itu dikarenakan derasnya arus globalisasi yang selanjutnya sulit dikontrol. Kebiasaan serta budaya dan kebudayaan lain juga bisa dimaknai dalam paragraf berikut. “Demikianlah, di kampung ini, tatkala didapati seorang warganya pergi jauh meninggalkan kampung-direnggut maut-maka para lelaki muda atau tua akan berbondong-bondong berdatangan ke rumah Sahibul Musibah dengan membawa kapak atau golok.
Mereka akan menebang pohon, menebang bambu, menebang batang pisang…dan membelah kayu bakar. Setumpuk kayu bakar-bukan untuk membakar almarhum-harus disiapkan demi melanggengkan tradisi tahlilan selama satu minggu ke depan.” (“Tarawengkal”, halaman 29-30).
Kehidupan Sehari-hari Terkait tema anomali yang telah ditetapkan panitia, Niduparas Erlang menjelaskan bahwa dirinya tidak terperangkap tema yang telah dibuat oleh panitia. “Saya punya beberapa cerpen yang pernah dimuat di media massa, baik lokal maupun nasional, dan juga karya yang belum sama sekali dimuat di media massa.
Lalu karya cerpen tersebut selanjutnya saya kirimkan ke lomba manuskrip cerpen Festival Seni Surabaya,” tutu dia saat diskusi digelar. Ade Dewi Oktaviana, seorang pembedah cerpen dalam diskusi, menyebutkan cerita-cerita dalam cerpen “La Rangku” sarat akan peristiwa kehidupan sehari-hari.
Selain itu, kata dia, sang pengarang cukup fasih menggunakan bahasa dalam penulisan karyanya. “Inilah yang selanjutnya menjadi salah satu modal bagi penulisnya ketika melancarkan ide-idenya dalam sebuah cerita. Dengan kata lain, kata, diksi, atau bahasa tidak hanya dijadikan peranti cerita, tetapi juga dijadikan kekuatan dalam cerita. Hal ini pulalah yang selanjutnya membuat cerpen “La Rangku” kaya akan bahasa atau diksi-diksi segar,” tutur Dewi. frans ekodhanto
Sumber : Koran Jakarta,  Edisi Digital

PENGUSUTAN KASUS KORUPSI DI SULTRA MANDEG DI KEJAKSAAN


Mataharinews.com,Kendari - Keberadaan Pengadilan TIPIKOR di daerah khususnya di Sulawesi Tenggara ternyata tidak mampu memberi angin segar bagi pemberantasan Korupsi di negeri ini.
Pasalnya hampir satu tahun keberadaan pengadilan Tipikor tersebut, baru tiga kasus yang disidangkan, itupun kasus-kasus kecil dengan terdakwanya pun orang-orang kecil. Padahal  sebelumnya banyak laporan masyarakat yang masuk ke Kejaksaan yang mengindikasikan pejabat-pejabat tinggi di daerah ini dengan kerugian negara yang besar pula namun belum di proses apalagi dibawa ke Pengadilan Tipikor.
Menurut analisa penggiat anti korupsi di Sultra, minimnya kasus tindak pidana korupsi yang disidangkan di pengadilan tipikor tersebut, diakibatkan proses penyidikannya masih dilakukan oleh pihak kejaksaan. Padahal masalah utama pemberantasan korupsi di daerah berada di kejaksaan dan kepolisian.
Koordinator Koalisi Advokasi  Kebijakan Publik ( KAKP ) Buton, La Ode Isa Ansari mensinyalir, mandegnya pemberantasan korupsi  di Sulawesi Tenggara sebagian besar diakibatkan keengganan pihak  kejaksaan dan kepolisian dalam memproses kasus tersebut. Apalagi bila kasus korupsi itu  melibatkan petinggi-petinggi di daerah semisal Bupati/Wali Kota dan Gubernur.
 “Sepertinya ada komitmen tertentu antara pihak penegak hukum dengan pejabat di daerah untuk tidak memproses kasus korupsi yang melibatkan pejabat” tandasnya.
Sinyalemen yang diungkap La Ode Isa tersebut ada benarnya, sebab ketika Mataharinews.com melakukan penelusuran di Kejaksaan, memang sangat minim kasus korupsi yang ditangani. Di Kejari Raha misalnya selama tahun 2011-2012, hanya dua kasus korupsi yang tuntas di proses yakni kasus korupsi yang melibatkan La Ode Kiji mantan Kades Wantiworo dengan nilai kerugian negara Rp.50 jt dan kasus yang melibatkan mantan Kepala catatan sipil Kabupaten ButonUtara dengan perkiraan kerugian negara sebesar Rp. 150Jt.
Sedikitnya kasus korupsi yang diproses Kejari Raha itu tentu saja mengundang tanda tanya banyak pihak, sebab laporan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pejabat di Muna yang  menyebabkan kerugian negara yang diserahkan ke kejari oleh aktivis penggiat anti korupsi di Muna lebih dari sepuluh kasus.
“ Kejari Raha ini sangat aneh, kok hanya dua kasus yang diproses. Padahal kasus yang dilporkan masyarakat sangat banyak dan melibatkan mantan Bupati Muna Ridwan Bae serta Bupati saat ini Dr.LM. Baharuddin, M.Kes.” kata Asgaf Ombi, Bupati Llumbug Informasi Rakyat (LIRA) Kabupaten Muna saat di konirmasi beberapa waktu yang lalu.
Hal yang sama juga di sampaikan La Ode Isa Ansari. Menurutnya, selama tahun 2010-2012 tidak kurang dari sepuluh kasus korupsi yang dilaporkannya di kejaksaan, mulai dari kejari Baubau sampai Kejati Sultra. Kasus korupsi yang dilaporkannya tersebut diduga melibatkan mantan Bupati Buton Safei Kahar, Wali Kota baubau Amirul Tamim dan Gubernur Sultra Nur Alam, SE. Dari seluruh laporanya tersebut tidak satupun yang ditindak lanjuti oleh Kejaksaan. Padahal kata La Ode Isa, semua laporannya tersebut telah didukung dengan bukti-bukti yang dapat menguatkan dugaannya.
“ Saya heran dengan kejaksaan yang tidak memproses laporan saya. Padahal bukti-bukti keterlibatabn oknum yang saya laporkan tersebut cukup kuat dan sangat membantu kejaksaan dalam mengungkapnya. Tapi kok Kejaksaan ada saja alasannya ketika di tanya perkembangan kasusunya” ungkapnya kesal.
Sementara itu Kasi Humas Kejati Sultra, Baharuddin, SH  ketika di kofirmasi jumlah kasus tindak pidana korupsi yang diproses Kejari-kejari dan di Kejati Sultra kurun waktu 2010 - 2012 (20/2), enggan untuk mengungkapkannya.
Menurutnya pihaknya tidak ingin mempulikasi data kasus korupsi yang sedang di tangani oleh Kejati Sultra dan Kejari-kejari yang ada di Sultra Alasan yang dikemukakannya adalah karena itu menyangkut penyidikan.
“ Ini adalah strategi kami dalam mengungkap kasus. Kami tidak ingin bukti-bukti dihilangkan” katanya memberi alasan.
Alasa yang disampaikan Baharuddin tersebut terkesan dibuat-buat, sebab ketika dijelaskan bahwa yang di butuhkan  bukan nama kasusunya dan siap yang terlibat jumlahny saja, namun baharuddin tetap saja berkelit. Baharuddin justeru kembali menjanjikan akan menyerahkan data yang dibutuhkan nanti taggal 25.
“ Kalau mau data jumlah Kasus korupsi yang diproses Kejaksaan di Sultra nanti datangtanggal 25. Kami tidak akan memberikan data yang tidak falid” katanya berkelit.
Janji baharuddin tersebut terkesan hanya mengulur-ngulur waktu, sebab pertemuan hari ini  ( 20/2) merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang dilakukan pekan lalu ( 13/2) yang waktunya pun di tetapkan sendiri olehnya. (MA)  



30 Angota DPRD Buton Terancan Ilegal.

Mataharinews.com. Baubau - Surat Keputusan Gubernur  Sultra Nur Alam, SE, nomor 523 tahun 2009 tentang peresmian Anggota DPRD Kabupaten Buton, permasalahannya semakin panjang.
 Pasalnya Koalisi Advokasi Kebijakan Publik ( KAKP ) Buton, selain melaporkan Gubernur Sultra Nur Alam, SE ke KPK karena diduga telah menyalahgunakan kewenangan yang dapat merugikan keuangan Negara, juga berencana melakukan gugatan ke PTUN. Menurut Koordinator KAKP Buton pihaknya saat ini  sedang menyusun gugatan ke PTUN untuk pembatalan SK tersebut.
Kalau SK No. 523 tahun 2009 yang menjadi subyek gugatan berarti 30 anggota DPRD Buton yang diresmikan dan dilantik  melalui SK tersebut juga ikut terseret. Parahnya kalau PTUN mengabulkan gugatan KAKP dan membatalkan SK tersebut, berarti keberadaan 30 anggota DPRD Buton  periode 2009-2014 juga tidak resmi. Olehnya itu  segala fasilitas yang didapatkan termasuk gaji selama mereka menjabat anggota DPRD dengan menggunakan SK tersebut harus dikembalikan pada negara fasilitas dan gaji tersebut  tidak sah.
Masih menurut La Ode Isa Ansari, ulah Gubernur Sultra H. Nur Alam, SE yang mengeluarkan SK dan melantik  Samsu Umar Samiun sebagai anggota DPRD Buton periode 2009-2014 bersamaan dengan 29 anggota DPRD lainnya merupakan pelecehan terhadap demokrasi. “Memang jika ditinjau pada aspek kerugian keuangan negara angkanya kecil sekitar 270 juta namun dampak yang terjadi cukup besar”, ungkapnya saat dikonfirmasi (19/2)
Bisa dibayangakan, lanjutnya  jika 33 propinsi dari 500 kabupaten kota yang ada di nusantara melakukan hal yang sama maka tidak perlu lagi ada pemilihan umum untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota. Prosesnya diserahkan saja pada Gubernur untuk  menunjuk langsung anggota DPRD kabuaten/ Kota. Demikian juga dengan UU No. 10 tahun 2008 tentang pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD tidak perlu juga ada karena Gubernur dengan kewenangannya dapat mengangkat anggota DPRD walau yang bersangkutan tidak ikut dalam kompetisi Pemilihan umum.
La Ode Isa juga mengungkapkan, sebenarnya kasus ini telah dilaporkan pada kejaksaan tinggi pada tanggal 26 Desember 2011, namun belum ditindaklanjuti oleh pihak Kejati. Olehnya itu pihaknya langsung melaporkannya ke KPK karena hanya KPK lah institusi yang masih dapat dipercaya dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.
“ Saya sudah tidak percaya lagi dengan institusi penegak hukum di daerah ini. Sudah lebih dari dua bulan laporan saya di Kejati belum juga diproses. Olehnya itu saya langsung melaporknnya Ke KPK “ ungkapnya kesal. (MA)

15 February 2012

Gubernur Sultra Di Lapor Ke KPK


Terkait dengan dugaan penyalagunaan kewenangan dalam kasus  keluarnya SK Nomor 523 Tahun 2009 tentan Peresmian Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Derah Kabupaten Buton sebagai mana yang pernah dilansir Mataharinews.com, Gubernur Sulawesi Tenggara di laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) oleh Koalisi Addvokasi Kebijakan Publik (KAKP ) Kabupaten Buton.
KAKP, melalui Koordinatornya La Ode Isa Ansari mensinyalir akibat keluarnya SK tersebut, Negara telah dirugikan sebesar Rp 263.250.000. Olehnya  itu Gubernur Sultra diduga telah melakukan tindak pidana korupsi  sebagai mana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi khususnya  Pasal 3 Jo Pasal 2.
Dalam laporannya tersebut, KAKP juga melampirkan kronologis kasus serta bukti-bukti pendukung berupa surat menyurat antara KPUD Buton, DPD PAN Buton, Bupati Buton dan Gubernur Sultra, serta kutipan putusan Majelis Hakim PT Sultra yang menvonis Samsu Umar Samiun dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp. 6 Juta dalam kasus politik uang pada pilcaleg 2008 yang lalu.
Setelah mempunyai kekuatan hokum tetap, putusan PT tersebut kemudian ditindak lanjuti oleh KPUD Buton dengan mencoret nama Samsu Umar Samiun dari daftar calon anggota DPRD melalui Berita Acara Pembatalan Penetapan bapak Samsu Umar Abdul Samiun, SH dengan Nomor 117/KPU-BTN/2009.  Pembatalan tersebut mengacu pada  Pasal 88 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD .
Dengan pembatalan Penetapan Samsu Umar Samiun sebagai calon terpilih, seharusnya Gubernur Sultra tidak meresmikan Samsu Umar Samiun sebagai anggota DPRD Buton. Tapi karena memanfaatkan jabatannya sebagai Gubernur dan juga Ketua DPW PAN Sultra, Gubernur tetap melantik Samsu Umar sebagai anggota DPRD  walau itu melabrak aturan.
Kajati Sultra melalui Kasi Humasnya Baharuddin, SH, ketika di konfirmasi mengenai laporan MAKI dua pecan yang lalu terkait kasus yang sama mengatakan bahwa laporan tersebut telah ditindak lanjuti. “ Sudah ditelaah dan diperiksa oleh tim, saat ini sedang dalam penyusunan laporan” ungkapnya saat ditemui di ruang kerjanya( 15/1).
Namun ketika ditanya mengenai perkembangan kasusnya, Baharuddin enggan mengatakannya. Alasannya itu sudah masuk pada materi dan menyangkut penyidikan.
“ Mengenai perkembangan kasusnya, kami mohon maaf karena ini menyangkut penyidikan. Kami tidak mau terlalu cepat terpublikasi karena tim sedang mengumpulkan bukti untuk memperkuat penyidikan “ tutupnya. ( Muhammad Alimuddin )   



14 February 2012

PEJABAT ESELON II DAN III PEMKAB MUNA DIDOMINASI KELUARGA DEKAT BUPATI


Mataharinews.com,Raha - Pemerintahan Kabupaten Muna di bawah kepemimpinan dr. L.M Baharuddin, M.Kes  dinilai sebagai pemerintahan monarki. Pasalnya pengangkatan pejabat birokrasi bukan berdasarkan kemampuan dan kapasitas individu, tetapi cenderung pada kedekatan keluarga dan kroni.
Penilaian masyarakat tersebut cukup beralasan, sebab hampir delapan puluh persen pejabat  birokrasi khususnya jabatan eselon II dan III ditempati oleh keluarga dekat dan kroni Bupati, yakni ipar, saudara sepupu, suami atau isteri ipar dan keluarga dekat partai pendukung yang sebenarnya juga masih keluarga dekat Bupati.
Dari pengamatan Mataharinews.com, jabatan eselon II dan III yang ditempati oleh keluarga dekat Bupati adalah; Asisten I L,M Ruslan, Saudara sepupu; Asisten II, La Ode Alibasa, Ipar; Asisten III, La Ode Bou, Sepupu; Kepala  BKD, La Palaka, Suami ipar; Kadis Transmigrasi dan Tenaga Kerja, Kepala PPKAD, Nurnaningsi, isteri ipar; Kadis Kimpraswil, Ir. Heru, suami ipar; Kepala Diklat L.M. Sifa Biku, sepupu;  Kadis Kesehatan La Ode Munandar, sepupu; Kadis Perindag, L.M. Maktubu, sepupu dan masih banyak lagi.
Menyikapi dominasi keluarga dekat bupati dalam jabatan strategis tersebut, Koordinator Gerakan Moral Masyarakat Untuk Keadilan (Gema Ratu Adil) Kabupaten Muna, Andi Muhammad Ridwan menilai, komposisi jabatan birokrasi yang didominasi keluarga dekat tersebut cenderung pada pemerintahan yang korup. Alasannya, dengan komposisi seperti itu Bupati akan mengalami kesulitan untuk melakukan penilaian yang obyektif terhadap kinerja bawahannya, serta sulit dilakukan pengontrolan karena satu sama lain akan berupaya melindungi bila terjadi penyimpangan.
Contohnya ketika L.M Ruslan menjabat sebagai Kadis Transmigrasi dan Tenaga Kerja. Ketika itu terjadi kekisruhan dalam tender proyek PPID di Dinas tersebut, dan Kadisnya dianggap sebagai biang keroknya. Saat itu Bupati bukannya memberi sanksi yang bersangkutan, tapi justru dimutasi pada jabatan dengan eselon yang sama yaitu asisten I, jabatan yang diembannya sekarang.
Contoh lainnya, ketika Kadis Perhubungan, Informasi dan Telekomunikasi mengeluarkan kebijakan  memungut retribusi sumbangan pihak ketiga pada setiap kendaraan yang masuk pelabuhan. Kebijakan tersebut tidak memiliki landasan hukum bahkan menggunakan Perda siluman untuk melegalisasi pemungutannya sehingga dapat dikatakan pungli, namun Kadisnya tidak diberi sanksi. Bahkan kebijakan Kadis perhubungan itu cenderung mendapat perlindungan dari Bupati dengan dipertahankan dari jabatannya. Dipertahankannya Kadis Perhubungan tersebut mungkin saja karena Kadis telah berjasa mengeruk PAD walau dengan cara merampok uang rakyat Muna.
Demikian juga dengan Kepala Dinas Kehutanan yang gagal menjaga Hutan Lindung Warangga dari perambahan masyarakat dan Kadis Pertanian yang diduga bermain proyek PPID yaitu proyek pencetakan sawah di  Desa Bente sebagaimana yang pernah dilansir salah satu media lokal, tidak mendapat sanksi apapun. Bahkan menurut selentingan, Bupati telah memiliki banyak data tentang dosa-dosa Kadis Pertanian, namun tidak memiliki keberanian menjatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan.
Selain itu dominasi keluarga Bupati pada jabatan birokrasi di Muna juga sebagai pelecehan terhadap rakyat Muna. “ Ini adalah penghinaan terhadap kemampuan orang Muna, sepertinya sudah tidak ada lagi orang Muna yang memiliki kapasitas dan kemampuan untuk memangku jabatan-jabatan birokrasi di Muna selain keluarga dekat Bupati”, ungkap Muh. Ridwan ketika dihubungi via telepon selulernya beberapa waktu lalu.
Setelah dilantik menjadi Bupati lanjutnya, dr. L.M. Baharuddin telah menjadi bupatinya rakyat Muna, bukan bupati segolongan orang saja, apalagi keluarga. Jadi ketika mengangkat birokrasi juga harus memberikan kesempatan yang sama pada seluruh mayarakat Muna dengan mempertimbangkan kemampuan dan profesionalisme.
Menurut Ridwan, dari segi aturan memang tidak ada yang dilanggar, tapi kalau jabatan birokrasi hanya berkutat pada lingkaran keluarga dan kroni itu sama artinya pemerintahan dr. L.M. Baharuddin – Drs. Malik Ditu sedang membangun dinasti untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. (Muh. Alimuddin)

Baca juga :

Korte Verklering Antara Belanda dan Buton 8 April 1906

Berikut kami postkan Korte Verklering tanggal 8 April 1906 yang ditanda tangani oleh  Sultan Buton Muhammad Asyikin dan perwakilan Pem...