Mataharinews.com,Raha- Pelabuhan Raha yang terletak di jantung Kota Raha, Ibu Kota Kabupaten Muna, merupakan pintu gerbang utama arus mobilitas masyarakat Kabupaten Muna dari dan ke daerah, selain Pelabuhan Penyeberangan Tampo di Kecamatan Napabalano.
Setiap harinya tidak kurang dari empat ratus orang yang mengunakan pelabuhan itu untuk keluar dan masuk diestimasi dari volume sandar kapal cepat di pelabuhan itu setiap harinya yang mencapai 12 kali dengan 3 buah kapal yang berlayar dari Kendari dan Baubau bolak balik dengan penumpang yang naik dan turun sekitar 40 orang.
Dari estimasi tersebut, berarti ada sedkitnya empat ratus kendaraan roda dua atau lebih yang masuk pelabuhan raha setiap harinya. Kendaraan Roda dua yang masuk pelabuhan Raha di dominasi oleh ojek yang mengantar dan menjemput penumpang.
Geliat masyarakat di pelabuhan Raha tersebut memancing pemikiran kreatif kadishub infokom Muna untuk meraup PAD. Apalagi saat ini kabupaten Muna sedang dilanda krisis APBD akibat beban utang Pemda pada pihak Ketiga dan bank.
Mengetahui area pelabuhan pengelolaannya telah diatur oleh Peratuan pemerintah No.6 tahun 2009, dishub tidak kehabisan akal. Maka dicarilah regulasi di tingkat daerah yang dapat mendukung kebijakannya untuk memanfaatkan keluar masuknya kendaraan di pelabuhan Raha tersebut untuk mengisi pundi-pundi daerah walau itu membebani masyarakat.
Ternyata regulasi ditingkat daerah pun tidak ada yang mendukung. Kendati demikian Kadishub lagi-lagi tidak patah arang. Demi untuk mendapatkan penghasilan bagi daerah dan ingin mencapai target PAD yang dibebankan SKPD yang dipimpinnya, Dishub menerbitkan karcis dengan dasar perda siluman sebagai mana yang tertera pada karcis yaitu Perda No 34 tahun 2009 dengan dalih Sumbangan Pihak Ketiga sebagai alasan untuk dapat mengabil uang rakat.
Dikatakan Siluman, sebab saat di konfirmasi di bagian Umum ternyata perda tersebut tidak ada. “ Tidak ada itu Perda No.34 Tahun 2009, sebab pada tahun itu DPRD mengeluarkan Perda tidak sebanyak itu” Ujar Salah seorang Kepala Seksi di Bagian hukum yang tidak mau disebut namanya.
Selain tidak memiliki landasan hukum, pungutan masuk pelabuhan tersebut terbilang berat yaitu sebesar Rp.2000.-/ kendaraan roda ditambah retribusi masuk pelabuhan sebesar Rp. 200, sangat membebani masyarakat, sebab kondaraan roda dua yang masuk area pelabuhan di dominasi oleh ojek yang mengantar dan menjemput penung.
Bila pungutan sebesar Rp. 2000,-/kendaraan bermotor sekali masuk dikali 400 kendaraan berarti setiap harinya uang yang terkumpul dari pungutan yang menggunakan Perda siluman sebagai landasan hukumnya tersebut sebesar Rp. 800.000,. Bila diakumulasi selama satu tahun maka jumlah itu mencapai hampi Rp. 300 Jt. Artinya hampir Rp.300 Jt setiap tahunnya pemerintah kabupaten Muna mengabil uang rakyatnya sendiri secara paksa dan tidak sah. ( Muh. Alimuddin )
No comments:
Post a Comment
Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam