Mataharinews.con, Baubau – Gubernur Sulawesi Tenggara ( Sultra ) Nur Alam, SE, kembali disorot terkait dengan dugaan penyalah gunaan kewenangan, akibat mengeluarkan SK No 523/99 tentang peresmian anggota DPRD Buton periode 2009 – 2014.
SK tersebut menjadi bermasalah sebab menyertakan Samsu Umar Abdul Samiun yang juga Ketua DPD PAN Buton sebagai anggota DPRD . Padahal yang bersangkutan pencalonannya telah dicoret serta namanya tidak diusulkan oleh KPUD Buton untuk diresmikan.
Sorotan tersebut datang dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggara (FITRA). Roy salam aktivis Fitra yang dihubungi melalui telepon selulernya (23/3) mengatakan, SK Gbernur tersebut berimplikasi pada potensi terjadinya kerugian keuangan negara.
Asumsinya urai pria yang sering disapa Roy ini, selama menjabat anggota DPRD Buton, Samsu Umar Abdul Samiun mendapatkan honor dan segalah fasilitas yang dananya berasal dari keuangan negara.
Padahal menurut UU No 17 Tentang pengelolaan keuangan negara, Umar Samiun tidak berhak untuk mendapatkan semua itu karena keanggotaannya di DPRD Buton tidak sah karena pencalonannya telah dicoret oleh KPUD karena melakukan pelanggaran sebagai mana yang diatur dalam UU no 10 tahun 2008 pasal 88 tentang pemilihan Anggota DPR,DPD dan DPRD .
Olehnya itu segala apa yang didapatkan yang sumbernya dari keuangan negara dalam kedudukannya sebagai anggota DPRD dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU No 31/99 sebagaimana telah dirubah dengan UU No 20/2002 tentang tindak pidana korupsi.
Dalam hal ini yang harus bertangunggjawab secara hukum terhadap penggunaan dana dan fasilitas negara adalah Gubernur Sultra Nur Alam sebagai orang yang mengeluarkan kebijakan dan Umar Samiun sebagai Orang yang mendapatkan manfaat dari kebijakan tersebut.
“ Gubernur Nur Alam dan Umar Samiun sama-sama bertaggung jawab secara hukum atas terjadi kerugian keuangan negara akibat dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak untuk itu. Olehnya itu keduanya dapat dijerat dengan UU tindak pidana korupsi ” urai Roy.
Menyinggung kalau kasus ini telah di laporkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Roy berjanji akan mengecek langsung ke lembaga yang dipimpin oleh Abraham Samad tersebut dan FITRA akan melakukan pengawalan dalam pengusutannya.
“ Kasus ini masuk dalam kategori korupsi kebijakan, sehingga sudah tepat kalau pengusutannya diserahkan ke KPK” jelasnya.
Roy juga menyarankan pada masyarakat Buton untuk melakukan gugatan pada pengadilan tata usaha negara (PTUN) untuk menguji keabsahannya SK tersebut secara administrasi negara.(MA)
No comments:
Post a Comment
Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam