SYARIFUDDIN UDU SOLUSI UNTUK MUNA 2020-2025

SYARIFUDDIN UDU SOLUSI UNTUK MUNA 2020-2025

12 January 2011

MEMBONGKAR MAFIA ILGAL LOGING JATI MUNA


MEMBONGKAR  MAFIA
ILEGAL LOGING HUTAN JATI MUNA

Hutan jati Muna yang hampir menutupi seluruh daratan Pulau Muna pada tahun 1956, hari ini nyaris tidak berbekas lagi. Menurut laporan Dinas Kehutanan  Kabupaten Muna tahun 2008, Hutan jati Muna tersisa sekitar 5000 Ha. Namun Hasil analisa beberapa LSM yang konsens terhadap kelestarian Hutan Jati Muna dalam hal ini termasuk WALHI Eksekutif daerah Sultra menilai hutan jati di Muna tersisa sekitar 500 Ha.
Degradasi hutan jati Muna tersebut terjadi secara besar-besaran pada masa pemeritahan Ridwan, ST selaku Bupati Muna ( 2000-2010 ). Pada era itu juga mencuat beberapa kasus korupsi hasil lelang kayu jati temuan yang diperkirakan merugikan negara sekitar Rp. 24 Miliar yang melibatkan banyak pejabat di kabupaten Muna termasuk Mantan Bupati Muna Ridwan. ST.
Telah banyak pejabat yang telah menjadi nara pidana akibat kasus tersebut, namun para aktivis belum merasa puas, sebab otak dari semua penyebab terjadinya korupsi tersebut yakni mantan bupati Muna Ridwan, St belum juga di seret ke meja hijau, bahkan dijadikan tersangka sekalipun. Pada saat Antasari Azhar ( Mantan Ketua KPK ) menjadi ketua Kejari Sutra telah ada rencana menjadikan Ridwan, ST sebagai tersangka, namun belum sempat rencana tersebut terealisasi, Antasari Azhar keburu di mutasi menjadi Kajari Sumatera Selatan. Sejak saat itulah nama Ridwan tidak pernah lagi disebut-sebut oleh aparat penegak hukum di Sulawesi tenggara.
Untuk menungkap siapa saja yang terlibat dalam praktek penghancuran hutan jati Muna, penulis pernah melakukan investigasi. Investigsi tersebut penulis lakukan pada saat masih bergabung dengan salah satu LSM yang konsens terhadap pelestarian lingkugan yang ada di kabupaten Muna.
  Berdasarkan hasil temuan dalam suatu investigasi yang dilakukan pada tanggal 1 September 2004 sampai dengan 21 Oktober 2004 yang mengikuti alur perjalanan ilegal kayu jati Muna, ditemukan fakta bahhwa ilegal loging Jati Muna melibatkan banyak komponen seperti Aparat Pemkab Muna ( Dishut), Oknum anggota Polres, TNI dan pengusaha sawmill baik yang ada di Muna maupun di Luar Kabupaten Muna. Perusahaan-perusahaan sawmill lokal yang banyak terlibat dalam kasus ilegal loging adalah CV. Nurtiba, CV. Rimba Nirwana. PT. Jati Timber Indonusa, PT. Fajar Alam, CV. Merkusi dan CV. Jati Raya Lestari.  Keterlibatan perusahaan itu dalam ilegal loging jati Muna  adalah berdasarkan hasil temuan dari beberapa kasus, dimana perusahaaan tersebut memasukan kayu ilegal pada malam hari tanpa dokumen dan dikawal oleh oknum anggota Pores Muna ataupun oknum anggota Polisi Pamong Praja. Untuk memperkuat dugaan itu tim investigasi mengikuti sidak yang dilakukan oleh tim pengamanan Kayu kabupaten Muna yang di pimpin langsung oleh Wakil Buati Muna ( Drs. Syarif A.S ) di beberpa perusahan. Pada sidak tersebut di temukan ratusan meter kubik kayu jati gelondomgan dan balok dalam lokasi perusahaan yang tidak dilengkapi dengan dokumen. Kasus ini sempat dilaporkan di Polres Muna, namun tidak ditindak lanjuti.

Selain Perusahaan sawmill yang ada di Kabupaten Muna, dalam perjalanan investigasi ditemukan juga perusahaan-perusahaan sawmill di luar Kabupaten Muna namun masih di Sulawesi Tenggara yang memasok kayu ilegal dari kabupaten Muna yaitu. UD. Gorvi di Kec. Gu Kab. Buton, CV. Karya Putra Raya, CV Bunti Nurjaya ,CV Karya Putra Raya, PT. Citra Jaya Lestari, CV. Anugrah Alam Lestari,  (direktur- Gunawan) berkantor pusat di Solo, CV. Kendari Buana Lestari ( direktur- Andreas) berkantor pusat di Semarang. Perusahaan- perusahaan  sawmill tersebut  pada umumnya masih satu group dengan perusahaan sawmill di Kabupaten Muna. Tujuan pendirian perusahan di Kabuapten lain adalah untuk mempermudah pencucian kayu ilegal yang mereka dapatkan di Muna. Modus pencucian kayu ( timber laundry) tercium dari setiap kali pengiriman keluar daerah, kayu hasil olahan dari perusahaan yang berasal dari luar Kabupaten Muna selalu dikembalikan ke Muna untuk mendapatkan dokumen SKSHH, atau sebaliknya.

Setelah mendapatkan dokumen yang dibutuhkan melalui jalur kong kalingkong dengan pejabat pembuat dokumen, kayu-kayu yang telah diolah langsung dikapalkan untuk dikirim ke Pulau jawa ( Surabaya, Gresik, Malang dan Jepara) melalui pelabuhan Raha bagi perusahaan di Kabupaten Muna atau dikirim langsung ke Manca negara melalui Pelabuhan Kendari bagi Perusahaan yang ada di Kab. Konawe Selatan dan Pelabuhan Baubau bagi perusahaan yang ada di Kab.Buton.

Sedangkan perusahaan yang ada di luar Sulawesi Tenggara ( SULSEL) adalah CV. Karya Utama milik H. Akmad, H. Sujud, H. Yayah. Perusahaan-perusahaan yang ada di Sulawesi Selatan ini memasok kayu ilegal dalam bentuk log dari Muna melalui jalur laut dengan menggunakan kapal-kapal tradisional. Untuk mendapatkan dokumen agar dapat di ekspor, perusahan-perusahaan tersebut (menurut pengakuan pengusaha) mereka bekerja sama dengan aparat Polisi dan kehutanan setempat untuk diterbitkan dokumen SKSHHnya. Dokumen ini biasanya dibuat dilaut sebelum kayu dimasukan keperusahaan penampung untuk diolah. Informasi dari beberapa pengusaha dan karyawan perusahaan, umumnya kayu hasil olahan langsung dieksport kemanca negara melalui pelabuhan Makassar atau dijual pada konsumen lokal di Sulawesi Selatan.

Untuk lebih jelasnya, skema alur perjalanan Ilegal loging Kayu Jati Muna dapat di Gambarkan sebagai berikut :



ALUR PERJALANAN KAYU ILEGAL ASAL KABUPATEN MUNA

 






































Alur Perjalanan Kayu Jati Ilegal Asal Muna

1.                     Kayu log yang berasal dari kawasan hutan Sumpuo Kec. Tongkuno diantar keperusahaan sawmil milik Hermanto dan UD Gorfi anak perusahaan (CV. Rimba Lestari- Usaha loka Group, berkantor pusat di Malang) di Desa Lakapera Kec. Gu Kab. Buton melalui jalan darat dengan menggunakan truk dan dikawal oleh oknum aparat. Setelah diolah diperusahaan sawmil itu kayu dalam bentuk fluring (olahan) kemudian diangkut lagi dengan mobil Box atau Troiler menuju Baubau, selanjutnya bersama mobilnya diantar ke Surabaya dengan menggunakan Kapal Feri Mutiara.
1.a. Atau diangkut ke Oempu dan dibongkar di pantai untuk selanjutnya kembali diangkut dengan kapal layar motor menuju perusahaan sawmil PT. Citra Jaya Lestari di Desa Barangka Kec. Kapontori  Kab. Buton untuk diolah menjadi fluring. Setelah berbentuk fluring kemudian dikirim ke surabaya untuk diekspor ke Singapura dan Hongkong dengan menggunakan kapal barang melalui pelabuhan baubau.

2.                     Kayu log yang berasal dari hutan Tampo dan Latawe diangkut dengan menggunakan kapal motor ke perushaan sawmil PT Citra Jaya Lestari dan perusahaan sawmil milik Umar Samiun di Barangka Kec. Kapontori Buton untuk diolah menjadi fluring atau dalam bentuk lain selanjutnya melalui pelabuhan Murhum Baubau di kirim ke Surabaya untuk diekspor ke Singapura dan Hongkong.
2. a. Atau diangkut menuju Tambohuti Kec. Kolono Kab. Konawe- kayu-kayu tersebut diolah diperusahaan CV. Bunti Nurjaya dan CV. Karya Putra Raya kemudian dikirim ke Surabaya, Jakarta atau langsung diekspor ke Singapura, Jepang, Hongkong, atau ke Negara Eropa melalui pelabuhan Kendari.
2 .b. Atau diangkut ke Puupi Kec. Kolono Kab. Konsel, untuk diolah ke perusahaan CV. Anugrah Alam Lestari (direkturnya Gunawan) berkantor pusat di Solo, Ko Hong, warga keturunan, Jamal dan Kades Puupi sendiri. CV. Kendari Buana (direkturnya Andreas) berkantor pusat di semarang. Kemudian di antar pulaukan atau dikirim ke manca negara melalui pelabuhan Kendari.
2. c. Sedangkan yang ke Bone kayu gelondongan atau dalam bentuk balok. Kemudian kayu-kayu tersebut diolah menjadi fluring oleh perusahaan-perusahaan : CV. Karya Putra milik H. Ahmad, PT Barebo Putra, Perusahaan milik H. Ramlan (Anggota TNI Aktif), H. Yuyah (pensiunan polisi), H. Sujud, hasil olahan itu kemudian di kirim keberbagai daerah di indonesia atau ke manca negara melalui pelabuhan Makasar. Sedangakan sebahagian lainnya digunakan di lokal Bone sendiri untuk keperluan pembuatan kapal pinisi, meubel dan bahan rumah.

Modus Operandi
Para pengusaha baik yang lokal maupun dari luar daerah memperalat masyarakat yang tinggal disekitar hutan umtuk melakukan penebangan dan memotong bagian pangkalnya sekitar 2 – 2,5 M kemudian ditinggal begitu saja. (mereka yang melakukan penebangna ini di beri upah 25 ribu – 30 ribu per pohonnya). Setelah itu orang-orang dari perusahaan sawmil dengan di Back up petugas (polisi, kehutanan, dan Satpol PP) mengangkut potongan kayu bagian pangkal untuk dibawah keperusahaan sawmil kemudian diolah menjadi fluring atau jenis lainnya, atau kadang para petugas sendiri yang melakukan pengangkutan kayu-kayu tebangan masyarakat tersebut keperusahaan-perusahaan.


Modus Operandi I
Berdasarkan temuan kami dalam investigasi terungkap bahwa untuk mengurangi pungutan pajak dan melegalkan kayu-kayu ilegal yang dibeli dari orang-orang yang disebarkan sendiri oleh pihak pengusaha atau oknum TNI dan POLRI, mereka menggunakan modus baru dengan mendirikan pabrik Sawmil dari daerah/ kabupaten lain yang berbatasan langsung dengan kabupaten Muna. Tujuannya agar mempermudah pengangkutan kayu ilegal dari hutan-hutan di Kabupaten Muna.

Untuk mendapatkan bahan baku (kayu jati) pihak perusahaan baik yang lokal maupun dari luar daerah memperalat masyarakat yang tinggal disekitar hutan untuk melakukan penebangan dan memotong tegakan jati dalam kawasan hutan. Kemudian bagian pangkalnya sekitar 2 – 2,5 M. Selain itu mereka mendapat upah 25 Ribu – 30 Ribu per pohonnya dari hasil kerjanya itu. Sisanya bagian tengah sampai ujung ditinggal begitu saja bagian inilah kemudian orang-orang dari perusahaan sawmil dengan di Back Up petugas (Polisi,Kehutanan,Satpol PP) diangkut ke perusahaan sawmil seperti CV. Nurtiba di Desa Liabalano Kec. Kontunaga. Oleh pihak perusahaan kayu-kayu ilegal itu diolah menjadi fluring dan disatukan dengan kayu yang dibeli secara legal melalui lelang atau dari IPKTM kemudian diolah menjadi Fluring atau jenis lainnya.

Untuk melegalkan kayu-kayu ilegal tersebut pihak perusahaan bekerjasama dengan petugas kruising ( yang melakukan penafsiran rendemen) dari Dinas Kehutanan Muna untuk melakukan pencucian kayu (Timber Loundri) dengan cara menaikan rendemen kayu olahan sampai 42 % padahal seharusnya bila kayu dari kelas sortimen A3 rendemennya hanya 20 – 23 %.Setelah rendemenya disesuaikan maka petugas Penerbit SKSHH mengeluarkan dokumen SKSHH untuk kepentingan pengiriman keuar daerah.

Modus Operandi II
Perusahaan-perusahaan swawmil yang ada di Kabupaten Muna seperti CV Nurtiba, CV Merkusi, CV Jati Timber Indonesia dan CV Rimba Nirwana mendirikan perusahaan lain di kabupaten lain seperti Buton dan Kendari serta Konsel. Lokasi perusahaan itu secara geografis sangat dekat dengan titik hutan jati dan transportasi untuk angkutan kayu mudah serta jauh dari jangkauan petugas.
Perusahaan-perusahaan penyangga itu kemudian bahan bakunya disuplai dari hutan-hutan jati di kabupaten Muna baik dalam bentuk gelondongan maupun olahan yang keseluruhannya ilegal.Kayu-kayu jati ilegal itu diangkut dengan menggunakan mobil Truk, mobil Pick Up atau mobil Boks bagi jalur yang dalap dilalui transportasi darat, seperti di UD Gorfi dan perusahaan milik Hermanto di Lakapera dan menggunakan kapal-kapal dengan bobot 60 Ton bagi jalur laut seperti di CV Satia Jaya Lestari di Desa Barangka Buton dan di Tambohuti dan Puupi Konsel. Pengangkutan kayu biasanya dilakukan pada malam hari dan kadang dikawal oleh petugas seperti yang terajadi di Puupi konsel pengangkutan kayu ilegal asal Tampo dikawal oleh satu regu Polairud. Kayu-kayu ilegal tersebut kemudian dilegalkan (dicuci) dengan cara didaerah dimana diolah dengan mengeluarkan SKSH kemudian dikirim ke Pulau Jawa atau kemanca negara.Selain bekerja sama dengan petugas dari Dishut,para pengusaha juga bekerja sama dengan aparat kepolisian dngan cara meminta bantuan pengawalan samapi pada pelabuhan penyebrangan.

Modus Operandi III
Kayu-kayu ilegal yang diolah oleh perusahaan di Kabupaten Muna, setelah disatukan dengan kayu-kayu legal rendemenya diatas toleransi rendemen yang telah dimanipulasi (40%) maka sisanya dikirim keperusahaan-perusahaan penyangga di daerah lain dengan cara ilegal, untuk mendapatkan legalitas (dicuci) dari Dinas Kehutanan dimana perusahaan itu berdiri dengan dikeluarkan SKSHH sebagai syarat sahnya pengiriman hasil hutan keluar daerah.

Modus Operandi IV
Kayu-kayu hasil tebang tinggal tersebut, potongan pertamanya dibawa keperusahaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, sedangkan potongan kedua dan ketiga, itulah yang disebut dengan nama “Barang Temuan” (yang ditemukan oleh para petugas kehutanan) yang kemudian diangkut ketempat-tempat penampungan kayu (TPK) dan untuk selanjutnya dilelang ke perusahaan-perusahaan sawmil sesuai dengan surat keputusan Bupati Muna.
Kayu-kayu yang didapatkan oleh perusahaan dari hasil lelang tersebut, kemudian dicampur dengan kayu-kayu yang didapat secara ilegal, selanjutnya diolah dan dikapalkan menuju daerah-daerah tujuan.

Disamping perusahaan mendapatkan kayu legal dari hasil lelang yang dilakukan oleh Pemda Muna, perusahaan juga memperoleh kayu dari hasil pejualan IPKTM (Izin pengolahan Kayu Tanah Milik) yang pada perjalanannya juga banyak didapatkan dari kayu-kayu yang berasal dari kawasan hutan milik negara.

Selain menelusuri alur perjalanan ilegal loging keluar daerah Muna, dilakukan juga investigasi di Lokal Muna. Tujuan investigasi ini adalah untuk mendapatkan data akurat siapa-siapa saja yang terlibat dalam ilegalloging dan perusahaan apa saja serta baimana mereka mendapatkan pasokan kayu ilegal. Untuk lebih detainya kami gambarkan sebagai berikut :

 

GAMBARAN UMUM PENAMPUNG SEMENTARA

-   Penampung sementara adalah oknum-oknum dari apart polisi dan aparat kehutanan yang secara perseorangan menyiapkan dana untuk membeli kayu dari kelompok-kelompok penebang
-   Antara penampung yang satu dengan penampung yang lain tidak ada hubungan kerja sama. Bahkan terkesan mereka saling mengintip untuk saling menangkap. Walaupun pada akhirnya apabila terjadi proses saling tangkap bisa diselesaikan dengan melibatkan oknum-oknum tertentu didaerah ini.
-   Penampung sementara menghubungi lebih awal kelompok-kelompok penebang dan biasanya sebelum terjadi eksploitasi (penebangan) kayu, antara penebang dan penampung telah terjadi kesepakatan-kesepakatan diantaranya adalah :
a.               Tempat penampungan harus tersembunyi. Dan ini biasanya dilakukan disepanjang jalan pendidikan (kota Raha) dan di tutupi dengan semak-semak atau dalam kebun masyarakat yang secara sepintas tidak kelihatan oleh pandangan mata.
b.               Apabila kayu-kayu yang berhasil dikeluarkan dari kawasan hutan telah mencapai 12-16 batang maka setiap kelompok menghubungi penampung langganannya untuk menyepakati harga dan tekhnis pemuatan keperusahan.
c.               Harga yang disepakati antara penebang dengan penampung adalah  :
-    Gelondongan dengan diameter 20 x 20 cm Panjang 4 m. adalah Rp. 115.000 – 200.000 /batang
-    Bebas hati (fluring) 20 x 20 cm panjang 2 m adalah Rp. 60.000/batang atau Rp. 30.000 bila masih dalam hutan.
d.                                        Harga penjualan penampung ke perusahan penadah adalah berkisar antara Rp. 800.000 –900.000 /kubik.
e.                                        Pengangkutan kayu oleh penampung dilakukan pada malam hari berkisar antara pukul 21.00 – 02.00 dini hari. 

Catatan : Sebelum terjadi pemuatan, kayu-kayu yang ditampung masih menjadi tanggung jawab kelompok penebang dan apabila kayu sudah diatas mobil maka kelonpok penebang tidak lagi bertanggung jawab dan telah menjadi tanggung jawab penampung itu sendiri.

GAMBARAN UMUM KELOMPOK PENEBANG

a. Kelompok yang berdomisili di kecamatan Kontunaga (kelurahan Watupuatih, Bangkali). Pada umumnya kelompok – kelompok ini adalah 75 % berstatus pemuda putus sekolah dan masih sekolah. Sedangkan 25 % adalah telah berkeluarga dan bekerja sebagai petani. Awalnya kelompok – kelompok ini mengadakan penebangan liar hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan industri rumah tangga seperti mobiler dsb. Nanti pada tahun 1999 – sekarang maka kelompok – kelompok dari kedua desa ini menjadikan kegiatan eksploitasi ilegal manjadi pekerjaan utama yang disebabkan karena secara tidak langsung diberikan peluang oleh petugas yang berwenang untuk melakukan penebangan liar itu. Pada tahun 1999 – 2001 kelompok –kelompok dari kedua desa ini hanya diperintahkan untuk menebang dengan imbalan Rp. 25.000/ batang . dan biasanya dilakukan secara beramai- ramai pada malam hari antara pukul 21.00 –24.00 dan setelah itu kira-kira pukul 01.00 dini hari petugas terkait masuk dan menemukan kayu-kayu tebangan sebagai barang temuan (BT). Pada tahun 2001- sekarang maka terjadi pergeseran dimana kelompok –kelompok penebang tidak hanya menebang tetapi langsung membuat balak-balak kayu jati dan jati bebas hati. Hal ini disebabkan karena oknum petugas tertentu (petugas lapangan dari dinas kehutanan setempat) merasa bahwa kayu-kayu yang ditemukan oleh mereka tidak mendapatkan pembagian yang memuaskan dari pemerintah daerah (kayu temuan ditampung di TPK dan selanjutnya dilelang oleh pemda). Akhirnya oknum-oknum tertentu di maksud menghubungi kelompok-kelompok tadi dan selanjutnya terjadi kesepakatan-kesepakatan harga, teknis pengeluaran dari hutan, penampungan sementara dan pengangkutan. Kelompok dari kedua desa ini mengkhususkan pada kayu bebas hati dikarenakan wilayah yang berbukit dan gampang dipikul kepenampungan sementara.  

Catatan  :  Kelompok dari kedua desa ini termasuk kelompok yang secara terang-terangan melakukan eksploitasi kayu jati. Maksudnya, siang hari pun mereka secara demonstratif melakukan kegiatan penebangan. Dari tahun 1999 – sekarang belum ada satu orang pun yang ditangkap oleh petugas . Bahkan mereka diberi kampak oleh oknum petugas (LD. Ali Posasu dari polhut Muna) untuk kegiatan penebangan liar kayu jati.

b.                    Kelompok –kelompok yang berdomisili di Kecamatan Katobu Raha.
Umumnya kelompok –kelompok ini adalah pemuda putus sekolah dan tidak punya pekerjaan tetap (pengangguran) sekitar 80% dan selebihnya telah berkeluarga dan tidak mempunyai pekerjaan tetap pula. Kelompok-kelompok ini pada awalnya hanya secara sembunyi-sembunyi mengambil kayu jati untuk kebutuhan rumah atau kebutuhan industri rumah tangga. Tahun 1999-2001 mereka menebang pada saat hujan tengah malam agar tidak kedengaran oleh petugas dan pengangkutan menggunakan gerobak dorong dilakukan pada saat hujan di malam hari pula. Pada 2001 –pertengahan 2002 Kelompok ini hanya melihat dan mempelajari situasi mengalirnya kayu dari TPK yang dilakukan oleh oknum tertentu. Dan di saat itu pula mereka mencari oknum-oknum penampung yang selalu mengawal kayu dari TPK pada malam hari. Pada pertengahan 2002 – sekarang mereka secara terorganisir pula mengadakan eksploitasi disebabkan ada penampung-penampung yang siap membeli kayu berapapun banyaknya. Kelompok ini biasanya menciptakan kayu gelondongan dengan alasan bahwa gelondongan lebih cepat dan cara pengeluarannya lebih praktis menggunakan gerobak dorong. Kebiasaan kelompok  ini adalah bermain kucing-kucingan dengan petugas karena keselamatan antara kelompok dari Katobu dan Kontunaga berbeda. Kelompok dari Katobu berkisar antara 9 –12 kelompok yang setiap kelompok beranggota 6 – 9 orang. Setiap kelompok dapat mengumpulkan kayu sebanyak 12 – 16 batang dalam kurun waktu 2 – 3 minggu (tergantung situasi dan kondisi dilokasi). Jadi kalau dipresentasi 1 bulan dapat dihasilkan kurang lebih 120 batang kayu jati ukuran 2 – 4 meter

PROFIL PENAMPUNG LOKAL SEMENTARA

1.          YUNUS adalah oknum pegawai Kehutanan Raha yang berdomisili didepan kantor lembaga pemasyarakatan Raha. Oknum tersebut membeli kayu gelondongan dari kelompok –kelompok sekitar jalan Kancil dan lorong PAM Raha. Oknum tersebut bekerja sama dengan oknum polisi Briptu Rusli yang apabila terjadi pemuatan kedua oknum polisi tersebut berjaga disekitar TPU Warangga dan di ujung Watuputih. Mobil yang biasa digunakan adalah mobil ¾ milik saudara Brury dengan sopir La Kadidi.  Yunus menjual kayu-kayu tersebut Di PT Usaha Loka.    
2.          IKBAL adalah oknum polisi berpangkat Briptu bertempat tinggal di kecamatan Lohia Desa Korihi. Oknum tersebut menampung kayu dari kelompok – kelompok yang berdomisili disekitar Mangga Kuning dan SMU 2 Raha untuk kayu gelondongan dan seputaran Desa Bangkali untuk jenis kayu jati bebas hati. Oknum tersebut biasa menggunakan mobil perusahaan. Sebelun terjadi pemuatan biasanya oknum tersebut membuang tembakan untuk menakuti warga sekitar dan atau mengecoh warga seolah – olah terjadi penanggkapan. Sasaran jualnya adalah kayu gelondongan (log) ke PT Usaha Loka sedang kayu jati “bebas Hati” dijual  ke Perusahaan Andi Wahid.
3.          SIDIK adalah oknum polisi berpangkat Bripka Berdomisili di jalan Pendidikan membeli kayu gelondongan dari kelompok – kelompok yang betewmpat tinggal disekitar SMP 3 Raha. Mobil yang biasa digunakan adalah mobil saudara H. Lawahe atau mobil perusahaan. Sasaran jual adalah ke PT Usaha Loka.
4.          ALWI adalah masyarakat yang berdomisili di kelurahan Watunea. Oknum ini adalah perpanjangan tangan dari peruasahaan Andi Wahid untuk mengkoordinir kayu bebas hati dari Watuputih dan Bangkali. Mobil yang digunakan adalah mobil box atau mobil pribadi (kijang) dan kadang – kadnag mobil perusahaan. Frekuensi pemuatan adalah yang paling sering.
5.          LA ODE ALI POSASU adalah oknum pemangku wilayah hutan Katobu dan sekitarnya. Oknum tersebut mengkoordinir kelompok – kelompok penebang asal Watuputih dan Bangkali yang mengkhususkan kayu bebas hati. Mobil yang digunakan oleh oknum tersebut dengan sopir saudara La Burahima.
6.          LA GUDA adalah oknum polisi hutan yang bertugas di wilayah Katobu dan sekitarnya. Oknum tersebut mengkooordinir kelopok – kelompok dari Bangkali dan Dana. Mobil yang sering digunakan adalah mobil perusahaan.
Catatan : Pada tanggal 14 April 2003, oknum tersebut mengantar kayu di Perusahaan Usaha Loka dan hasil penjualanya Rp. 30 juta
7.          LA BOLONG adalah oknum pamong praja menantu mantan Ketua PN Raha membeli kayu dari kelompok penebang seputar lorong PAM dan SMU 1 Raha. Oknum tersebut bekerja sama dengan oknum polsus La Ode Ali Posasu dan oknum polisi. Kayu yang dibeli adalah kayu gelondoingan dari Hutan Kontu dengan sasaran PT Usaha Loka.
8.          HENDRO adalah oknum masyarakat yang bertempat tingal di Lorong PDAM Raha. Kayu yang dibeli adalah kayu gelondongan dengan sasaran penjualan ke PT Usaha Loka.
9.          SYUKUR adalah oknum masayarakat yang bertempat tinggal di kelurahan Watonea dan merupakan kaki tangan dari saudara Andi Wahid. Teknis dari oknum tersebut adalah kayu gelondongan lalu di sawmill di tempatnya dan setelah itu di drop ke Andi Wahid dengan kerja sama polisi dan polhut. Mobil yang digunakan adalah mobil truk milik Andi Wahid.

KRONOLOGIS KASUS 1.
(Salah satu model investigasi)
Pada malam Senin tanggal 7 Juli 2003, terjadi pemuatan kayu di lorong Kancil sebanyak 16 batang atas nama Yunus dengan menggunakan mobil saudara Bruri pada jam 09.00 malam menuju PT Usaha Loka. Ternyata dalam perjalanan mobil tersebut ditahan oleh petugas kehutanan atas nama Simon, La Ode Ali Posasu, La Guda dan 2 orang temannya tepat di depan STM Raha. Selanjutnya mobil tersebut beserta muatannya digiring ke kanto kehutanan Raha. Sopir La Kadidi ingin membuang muatannya di TPK Bay Pass Raha dilarang oleh saudara Simon. Lalu mobil tersebut diperintahkan masuk halam kenator kehutanan Raha dengan mundur (depan mobil menghadap jalan raya) setelah itu saudara Simon menelponb sebanyak 3 kali setelah itu mobil tersebut pada selkitar pukul 02.00 dini hari hilang beserta muatannya.

Pada malam Sabtu tanggal 5 Juli 2003, Buser menangkap La Desa sedang memuat kayu gelondongan dari kawasan hutan dan oknum tersebut diserahkan ke dinas kehutanan. Ternyata paginya oknum tersebut dilepas karena dai adalah keluarga La Ode Ali Posasu dan merupakan jaringan pembalak yang dikoordinir olehnya.

Pada malam minggu tanggal 13 Juli 2003, terjadi pangkapan atas nama La Ode Suti warga kelurahan Watunea. Oknum tersebut ditangkap La Ode Ali Posasu di sekitar hutan sedang menebang kayu. Oknum tersebut adalah penyuplai kebutuhan industri ramah tangga di sekitar tempat tinggalnya dan bukan merupakan jaringan penampung. Kenyataanya sampai pada hari ini oknum tersebut masih ditahan.

Wawancara dengan  salah seorang warga : Dalam proses Ilegal logging kayu jati di kawasan kontu dilakukan oleh kelompok masyarakat yang terorganisir yang berasal dari masyarakat Watuputih yang tidak berkebun di kawasan tersebut. Waktu penebangan terjadi pada siang hari (tidak terjadwal) kemudian pengangkutan dilakukan pada malam hari setiap saat. Alat angkut yang digunakan adalah Mobil perusahaan. Pada saat pengangkutan ada pihak aparat kepolisian yang mengawal/ mengamankan (Andi Wahid dari Polres Muna), juga ada oknum yang bekerja dari salah satu perusahaan ( La Ode Alwi) yang ikut memfasilitasi dalam proses ilegal loging. Kayu olahan dalam bentuk Bebas Hati (BH) tersebut diarahkan langsung di perusahaan (PT Usaha Loka) dengan menggunakan mobil perusahaan.

Wawancara dengan 2 (dua) orang warga Kontu (Hasan dan Sumiati) : Dari keterangan yang diberikan informan bahwa yang melakukan pengangkutan adalah dari aparat pemerintah (kehutanan, polisi PP dan dari Pemda). Kayu tersebut diambil dari kawasan kontu (disamping rumahnya Pa’ Kausain). Waktu dilakukan, pemuatan kayu tersebut sudah rebah .Yang sempat diketahui yang terlibat dalam proses pengangkutan adalah Anton Kuati dari Pol PP dan La Ode Diale (Kadishut Muna). Alasan pengangkutan tidak diketahui. Pemuatan kayu kayu hasil tebangan liar tersebut dilakukan dengan menggunakan mobil plat merah.
Aparat yang turun sendiri dilapangan bertemu langsung dengan masyarakat dan menawarkan pekerjaan bebas hati  dengan harga panjang 2 m seharga Rp. 55.000.dan sebelimnya mereka masyarakat dipanjara. Salah satu petugas kehutanan yang menyuruh masyarakat adalah La Ferudi. Masyarakat yang menebang tidak diketahui arahnya, jumlahnya , malahan stok kayu melebihi dari pada uang yang telah diberikan. Aparat tersebut  merupakan penadah atau penampung kayu olahan yang kemudian dibawah di bagian Desa Nihi (penggergajian Ibu Kokong). Sisa sisa penebangan pihak kehutanan yang masuk dengan membawa senso dan langsung diangkut menggunakan mobil plat merah. Alasannya adalah akan dibawa di TPK tetapi setelah dicek di tempat ternyata hanya sebagian yang sampai disana (TPK). Selain dari kehutanan , yang terlibat adalah polisi yang mempengaruhi masyarakat yang ada dikawasan kontu untuk menyediakan kayu jati dalam bentuk kayu gelondongan. Salah satu aparat polisi yang terlibat adalah Rusli dengan cara mempenagruhi sekaligus sebagai penadah kemudian penadah menghubungi secara langsung perusahaan. Perusahaan perusahaan pembeli adalah penggergajian PT. Fajar Alam (terletak di Sidodadi). Harga jual kayu jati bebas hati (BH) adalah 55.000 per potong dan batangan mencapai 1,2 juta per kubiknya. Ada juga salah satu anggota pol PP menawarkan kepada masyarakat untuk membeli kayu, karena mereka memiliki surat izin yuang lengkap untuk mengolah kayu. Surat izin tersebut  ditandatangani langsung oleh Bupati.  Dalam hal ini Pol PP  memiliki hak yang di kuasakan oleh Bupati melalui surat izin yang lengkap. Proses Ilegal loging dilakukan dengan metode tebang muat terjadi disekitar lokasi patu patu yang  dilakukan pada malam hari. Alat angkut yang digunakan adalah mobil milik perusahaan PT. Usaha Loka

KRONOLOGIS KASUS 2
(Investigasi Buton, Konnawe Selatan, dan Sulawesi Selatan)

RABU,  1 September 2004,  Pukul 06.47 Wita  : Investigator ( Muh. Alimudin ) bersama tim pengamanan Hutan Jati Kabupaten Muna (Wakil Bupati, DANDIM, dan Kepala Polisi Pamong Praja star untuk melakukan sidak keperusahaan-perusahaan yang dicurigai menampung kayu illegal.

Pukul 07:55 : Investigator bersama Tim, tiba diperusahaan CV Nurtiba salah satu perusahaan Sawmil yang mengolah kayu jati menjadi kayu olahan (fluring). Diperusahaan ini ditemukan puluhan kubik kayu yang disinyalir sebagai kayu illegal. Sinyalemen itu diperkuat saat tim menanyakan surat-surat kayu serta asasl usul kayu tidak mampu dijawab kepala bagian operasional CV. Nurtiba. Kayu-kayu yang disinyalir sebagai kayu temuan itu oleh tim diperintahkan untuk tidak diolah sampai pihak perusahaan dapat menunjukan surat-surat serta asal-usul kayu sebagai bukti keabsahannya.

Pukul 09.41 : Investigator bersama Tim, tiba diperusahaan Sawmil lainnya yaitu PT. Merkusi yang berlokasi di Desa Nihi Kec. Sawerigading. Diperusahaan ini tim kembali menemukan puluhan kubik kayu gelondongan dan puluhan kubik lainnya kayu fluring yang disinyalir illegal. Hasil Investigasi yang dilakukan, kayu fluring itu merupakan kerja sama antara perusahaan itu dengan perusahaan-perusahaan sirkel (pengolah kayu jati) gelap. Kayu-kayu temuan oleh tim diprintahkan untuk disegal.

Pukul 14.30 : Investigator bertemu dengan tiga pemimpin perusahaan yaitu CV. Rimba Nirwana (Hermanto), Nurtiba (Ismail) dan PT. Merkusi (Kasim) di lobi ruang kerja Wakil Bupati Muna di kantor Bupati Muna. Dari hasil interogasi yang dilakukan investigator diakui oleh ketiga pemimpin perusahaan itu bahwa mereka selama ini menampung kayu ilegall. Kayu illegal berasal dari Hutan Kontu, Sumpuo dan hutan lainnya di Muna yang diantar Masyarakat, aparat Kepolisian dan oknum Kehutanan keperusahaan tersebut. Diakui juga bahwa kayu-kayu olahan dan gelondongan itu oleh perusahaan dikirim ke pulau Jawa (Surabaya, Malang dan Jepara)

Minggu, 12 September 2004
Investigator berhasil melacak alur perjalanan kayu ilegal yang berasal dari hutan Sumpuo dan kampung lama (Tongkuno) serta Oelongko. Kayu-kayu tersebut diantar dengan menggunakan truk menuju perusahaan milik Hermanto di Lakapera atau melalui jalan Walengkabola menuju Oenokandoli menuju perusahaan Hermanto atau juga kemudian dibonkar dipantai Walengkabola kemudian diangkut dengan menggunakan tongkang menuju Bau Bau.
Khusus diperusahaan milik Hermanto di Lakapera ditemukan sekitar 100 kubik yang disinyalir kayu ilegal yang berasal dari kawasan hutan sumpuo dan oelongko.

Tanggal 17 September 2004
Pada saat penelusuran di Desa Barangka Kab. Buton terungkap dua perusahaan disitu yaitu perusahaan sawmil PT. Citra Jaya Lestari milik pengusaha Cina asal Singapura dan pengusaha lokal Umar Samiun yang juga ketua DPD PAN Kab. Buton sering menampung kayu ilegal asal Muna tepatnya yang berasal dari Walengkabola dan Tampo. Salah seorang warga masyarakat yang bernama La Uli saat diwawancarai Investigator mengakui kalau PT. Citra Jaya Lestari sering menerima kayu dari Raha dengan menggunakan perahu layar motor yang berkapasitas 60 ton. Demikian pula dengan perusahaan milik Umar Samiun, La Uli juga mengatakan pada hari kamis tanggal 16 september 2004 PT Citra Jaya Lestari,terakhir menerima kayu ilegal asal Raha.Hasil pantauan Investigator dalam kawasan perusahaan itu ditemui kayu-kayu jati asal Muna. Untuk memastikan kalau kayu itu berasal dari Muna dapat dibedakan dari karateristik kayu yang berasal dari Muna warnanya lebih coklat bila dibanding kayu jati asl Buton . Informasi yang didapat dari karyawan perusahaaan itu bahwa perusahaan ini satu grup dengan CV. Nurtiba di Desa Liabalano Kec. Kontunaga Kab. Muna.

Tanggal 24 Sebtember 2004, di Desa Oempu Kec. Tongkuno ada rencana pemuatan kayu log dari hutan Sumpuo. Menurut informan (La Fudi) dalam pemuatan kali ini akan dikawal oleh spead boad patroli, namun tidak jelas patroli aparat dari mana, namun tidak berhasil karena ombak pada waktu itu sangat besar.
Sambil menanti kedatangan kapal yang akan memuat kayu ilegal itu Investigator sempat mewawancarai masyarakat nelayan di desa oempu (La Kane) pada wawancara itu La Kane mengaku pada tanggal 1 september 2004 sekitar pukul 20.00 saat mereka menangkap ikan dengan menggunakan pukat ada sebuah mobil yang di kendarai La Ode Ido membongkar kayu ilegal disekitar pantai Walengkabola, namun tidak jelas diangkut kemana dan menggunakan apa. Tapi keesokan harinya kayu-kayu tersebut telah hilang. Informasi terakhir yang didapat kayu-kayu tersebut dibawah ke Kab. Buton tepatnya di perusahaan sawmil PT Satria Jaya Lestari di Desa Barangka Kec. Kapontori.

Tanggal 25 September 2004 , seorang pengusaha kayu asal Kab. Bulukumba SulSel yang bernama Andi Syahrir direktur CV. Annisa Jaya Kontruksi dan UD Erlis Jaya yang berlamat di jalan poros Bulukumba Bira KM.12 telepon 0413 82858 saat ditemui di Tampo Kec. Napabalano Kab. Muna mengakui pihaknya sering membeli kayu jati log ilegal asal Tampo dan di perusahaaannya di Bulukumba pihaknya bekerja sama dengan Dinas Kehutanan setempat (Kab.Bulukumba Sulsel) dilegalalkan dengan menerbitkan SKSHHnya kemudian dijadikan fluring untuk dikirim ke Surabaya.
Dalam penelusuran selanjutnya sekitar pukul 17.00 terungkap bahwa kayu asal Tampo yang akan dikirim keluar daerah (Bone dan Bulukumba-Sulsel, Tambohuti Kab. Konsel dan Puupi –Konsel) melalui Napano Topa dan Napano Lagalapu Kel.Napabalano Tampo. Keterangan salah seorang masyarakat yang tinggal disekitar pantai Napano Lagalapu yang berhasil di wawancara (La Ode Seha dan Udin di Napa Lagalapu,)terungkap bahwa  kapal-kapal sering mengangkut kayu log dan olahan (fluring) di pelabuhan gelap tersebut. Kayu-kayu itu diangkut menuju Sulteng,Sulsel dan Kab. Konsel (Tambohuti dan Puupi) serta desa Barangka Kec. Kapontori Buton baik dalam bentuk log maupun fluring.
Khusus fluring sebelum dikirim diolah terlebih dahulu oleh perusahaan sirkel ilegal (CV. Nopoli milik miglan), yang juga berloksi  di dekat Napa Lagalapu.

Menurut keterangan La ode Seha di Tambohuti yang menampung kayu-kayu ilegal adalah Mr. Tang warga negara Korea, La ode Seaha juga mengatakan pada tanggal 19 september ada 6 buah kapal kayu mengangkut kayu fluring dari Tambohuti menuju Surabaya.

Tanggal 1 Oktober 2004 , Berdasarkan keterangan Tamrin warga Tambohuti, perusahaan CV. Karya Putra Raya milik Mr. Taang dengan direkturnya Bastomi sering membeli kayu ilegal  dari Tampo dn Latawe kab.Muna dalam bentuk log dan fluring. Kerangan Tamrin itu diperkuat dengan adanya rel yang dibuat dari kayu sepanjang kali menuju bagian belakang perusahaan sawmil CV. Karya Putra Raya, serta pernyataan Yatno dan Indro pengawas CV Bunti Nurjaya perusahaan sawmil lainnya di desa tersebut bahwa untuk mengangkut kayu yang disuplai pada perusahaan di sekitar itu dari palangga dan puupi hanya melalui jalur darat. Namun di CV Karya Putra Raya ada jalan mengansur kayu di kali yang menuju ke laut (ada gambarnya).

Tanggal 2 Oktober 2004 , Yatno karyawan CV Bunti Nurjaya mengatakan bahwa mereka membeli kayu dari IPKTM dan kayu disekitar desa Omondo untuk kebutuhan perusahaannya, namun setelah kami cermati ternyata fluring yang dibuat diperusahaan tersebut berasal dari kayu jati yang berkualitas tinggi seperti kayuu dari Muna. Kejanggalan itu dapat dilihat dari ukuran kayu yang dimiliki perusahaan itu juga yang menurut Yatno dibeli dari warga masyarakat, serta pengakuan Yatno bahwa bila kayu lokal dijadikan fluring maka rendemennya sangat kecil tidak mencapai 10 %. Jadi sangat tidak mungkin fluring yang telah jadi yang ada diperusahaan itu bahan bakunya dari kayu jati dari IPKTM atau kayu warga desa tersebut.

Tanggal 4 Oktober 2004 , satu buah kapal mengangkut kayu jati sekitar 5 kubik dari puupi ke bau-bau. Kapal tersebut sandar dan membongkar muatannya di Kaobula. Menurut pengakuan pemilik kapal mereka sering melihat ada kapal dari Tampo dan Latawe ke perusahaan-perusahaan sawmil di desa puupi dalam bentuk log dan fluring.

Tanggal 6 Oktober 2004, Dua buah kapal yang berbobot 6 ton sandar dipelabuhan yang dibuat CV. Anugra Alam Lestari milik Gunawan. Kedua kapal tersebut mengangkut kayu jati dalam bentuk fluring dan log dari Tampo dan Latawe, menurut pengakuan warga Puupi, perusahaan milik Gunawan itu tidak pernah membeli kayu dari Puupi karena kualitasnya jelek dan ukurannya kecil. Semua bahan baku perusahaan itu berasal dari kayu ilegal yang didatangkan dari Tanpo dan Latawe melalui pulau Tobea Besar. Keterangan masyarakat itu semakin kuat setelah dicermati fluring yang dihasilkan kualitas tinggi serta kayu-kayu log diperusahaan itu berdiameter 25 – 40 Cm. Sedangkan di Puupi kayu jati tidak ada yang berdiameter seperti itu (ada gambarnya).
Pada penelusuran saat itu juga disekitar perairan Puupi ada satu regu Polairud (sekitar 5 orang) berpatroli lengkap dengan kapal speed Boat dan senapan laras panjang. Namun anehnya dua kapal yang mengangkut kayu dari Tampo dan Latawe itu tidak ditahan.
Perusahaan yang sempat diidentifikasi dalam perjalanan ke Puupi yaitu: CV. Anugrah Alam Lestari (direktur- Gunawan) berkantor pusat di Solo, Ko Hong,warga keturunan Jamaldan Kades Puupi sendiri. CV. Kendari Buana Lestari ( direktur- Andreas) berkantor pusat di Semarang.  Semua perusahaan tersebut berada di tepi pantai.

Tanggal 17 Oktober 2004, KLM. Mega Putra mengangkut bahan meubel berupa kursi, meja dan ranjang yang terbut dari kayu jati melalui pelabuhan Raha menuju pelabuhan Bajoe Kab. Bone Sulsel. Meubel tersebut tidak dilengkapi dengan surat-surat resmi dan bahan bakunya sangat kuat dugaan berasal dari kayu ilegal.

Tanggal 20 Oktober 2004, Sebuah kapal yang sedang sandar di pelabuhan Boepinang mengangkut kayu jati ilegal berupa balok sebanyak 70 meter kubik. Menurut Nakhoda kapal (Nuhtar) kayu tersebut berasal dari Muna dan tidak dilengkapi dengan dokumen sedangkan dokumen yang dimiliki saat itu sebagai syarat untuk mengirim kembali ke Pasuruan Jawa Timur pada hari jumat tanggal 22 oktober 2004 di uruskan di Dinas Kehutanan Kabupaten Buton.

Tanggal 21 Oktober 2004, Empat buah kapal kayu mengangkut kayu jati ilegal asal Muna dan di bongkar di sungai Kadenge Kec. Barobo Kabupaten Bone Sulsel, (sungai tersebut merupakan pelabuhan tempat bongkar muat kayu jati ilegal asal Muna sejak tahun 80-an). Kayu-kayu itu masing-masing dua kapal displai keperusahaan H. Sujud dan dua kapal lainnya ke perusahaan CV Karya Utama milik H. Akmad. Menurut karyawan H. Ahmad maupun H. Sujud sejak perusahaan itu berdiri tahun 90-an bahan baku berupa kayu jati ilegal disuplai dari Muna. Sedangkan Yatno (25) karyawan H. Yayah perusahaan sawmil lainnya yang juga pemasok kayu jati ilegal asal Muna sejak 3 bulan terakhir perusahaannya tidak lagi membeli kayu jati asal Muna. Namun kayu ajti lokal yang diolahnya saat ini kualitasnya sangat rendah dan tidak punya nilai apa-apa di banding dengan jati asal Muna. Menurut keterangan Sudin karyawan H. Sujud, semua perusahaan sawmil yang ada di Kab. Bone bahan bakunya berupa kayu jati 100% di pasok dari Muna dan 99% berasal dari kayu ilegal.


Tanggal 23 Oktober 2004, La Bongke/ La Cili warga Mabolu memasukan satu Terek (satu buah mobil besar) kayu jati ilegal di perusahaan sawmil UD. Gorfi anak perusahaan CV. Rimba Nirwana ( Group PT Usaha Loka) di lakapera Kec. Gu Kab. Buton. Menurut pengakuan La Bongke kayu tersebut berasal dari Wakumoro.

Data Pelengkap

-                  Perusahaan-Perusahaan Pengolah/Pembeli Kayu Jati Muna


No
Nama Perusahaan
Pemilik Perusahaan
Alamat
Kapasitas Produksi
1
UD. Jati Raya Lestari
H. Jainuddin Nur
Lambiku
1.000 M3
2
CV. Adi Saputra
Sudiyono
Sawerigadi
1.000 M3
3
PT. Fajar Alam Timber
Halidah, SE
Sidodadi
2.600 M3
4
CV. Nur Tiba
Andi Wahid
Liabalano
1.300 M3
5
PT. Satria Abadi Timber
Edy Lukito
Tampo
1.500 M3
6
PT. Mercusi Karya
Kokom Komala
Nihi
3.600 M3
7
CV. Wiron Karya
Haerun
Nihi
1.500 M3
8
CV. Rimba Nirwana
Hermanto Gunawan
Wakadia
500 M3

9
PT. Jati Timber
Gunawan Yiedri
Wakadia
4.000 M3
10
UD. Timoasi
Jie Fentius
Wakadia
500 M3
11
CV. Fajar Utama Karunia

Matarawa
1.000 M3
12
CV. Sowitento
Ir. Marlon
Matarawa
1.200 M3
13
CV. Cendana Mas
H. Arsad
Masara
3.900 M3
14
CV. Amboina
H. Arsad
Masara
1.500 M3
15
CV. Mustika Buana
Tumijan
Bangunsari
500 M3
16
CV. Karya Andan Neira
Awad Bin Idris A.S
Wakumoro
500 M3
17
UD. Maka
Lantete
Matarawa
500 M3
18
CV. Ade
Suyono
Lagadi
500 M3
Sumber Data : Dinas Perindag Kab. Muna tahun 2004


Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemkab Muna untuk pengelolaan  hutan jati di Muna :

1.   Instruksi Bupati Muna No. 11 tahun 2001 tentang Pelaksanaan Kegiatan Eksploitasi Kayu jati, Rimba dan Pemanfaatan Tunggak/Ujung Jati Pada Lokasi Hutan Tanaman  Industri (HTI), Penjarangan Pinus Serta Pengumpulan Kayu Tebangan Liar Masyarakat Dalam Kawasan Hutan dan Kayu Yang Berasal dari Lahan Milik Masyarakat.
Ironisnya kurang lebih setahun (13 bulan) berjalan Instruksi ini tanpa diketahui dan disetujui oleh DPRD Kab. Muna dan setelah WALHI SULTRA melakukan komperensi pers di Kendari maka Bupati Muna mengeluarkan Surat Keputusan No. 778 tahun 2002 tentang pencabutan instruksi nomor 11 tahun 2001.
2.   Keputusan Bupati Muna No. 782 tahun 2002 tentang Penetapan Harga Dasar dan Biaya Pengganti Lelang Kayu Jati Barang Temuan dan atau Sitaan hasil Operasi Tim Pengamanan Hutan Gabungan Kabupaten Muna.
3.   Keputusan Bupati Muna No. ... tahun 2003 tentang Pembentukan Tim Perumus Penanganan dan Pengelolaan Hutan Dalam Wilayah Kabupaten Muna.
4.   Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Muna No. 02 tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan Bukan Kayu Pada Hutan Produksi Alam
5.   Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Muna No. 03 tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu.
6.   Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Muna No. 04 tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pemungutan Kayu Pada Tanah milik.
7.   Naskah Perjanjian Kerja Sama (Memorandum Of Understanding) Nomor : 211 / 2649 / DKM antara Dinas Kehutanan Kabupaten Muna dengan Direktur Utama PT. Usaha Loka Malang tentang Pengolahan / Pemanfaatan Tunggak Kayu Jati Pada Areal Kawasan Hutan Produksi.

DATA PELELANGAN KAYU JATI TEMUAN TAHUN 2002 – 2003 KABUPATEN MUNA
No.
Nomor Lelang
Tahun
Biaya Pengganti (Rp)
Volume (M3)
Harga Bersih (Rp)
1.
11 / 2002
04-09-2002
150.000/M3
   607,6530
   953.995.000
2.
18 / 2002
08-10-2002
287.500/M3
1.684,7175
3.496.850.000
3.
19 / 2002
04-11-2002
287.500/M3
2.375,7814
3.341.650.000
4
01 / 2003
18-02-2003
387.500/M3
1.443,6881
2.091.320.000
5
40 / 2003
01-10-2003
287.500/M3
4.829,9873
4.680.230.000
6
42 / 2003
23-12-2003
287.500/M3
1.542,6810
1.803.780.000

Jumlah

1687.500

16.367.725.000
Sumber : Dishut Muna tahun 2003

Keterangan : Tahun anggaran 2002 dilakukan 3 kali pelelangan dan tahun 2003 dilakukan 3 kali pelelangan. Kayu yang dilelang adalah kayu jati temuan.

DISTRIBUSI PEMBAGIAN HASIL ANTARA PEMKAB, PEMPROP, DAN PEMERINTAH PUSAT ATAS HASIL PENJUALAN JATI
No.
Uraian
Tahun (Rp)
Jumlah (Rp)
2002
2003

1.
Hak Pemda Muna (64%)
4.987.196.800
5.488.268.800
10.475.465.600
2.
Hak Pemprop Sultra (16%)
1.246.799.200
1.372.067.200
  2.673.866.400
3.
Hak Pemerintah Pusat (20%)
1.558.499.000
1.715.084.000
  3.277.583.000

Total
7.792.495.000
8.575.420.000
16.427.914 .000
Sumber : Dishut Muna tahun 2003
Keterangan : Hak Pemrop. Sultra sebesar 16% dan hak Pemerintah Pusat sebesar 20% sampai hari ini tidak disetorkan oleh Pemkab Muna

PUNGUTAN-PUNGUTAN JATI MUNA
No.
Uraian
Volume (M3)
Harga Bersih (Rp)
2002
2003
2002
2003
1.
Biaya Pengganti Pada Kayu Jati Temuan 1
4.668,6530
7.816.3564
1.258.541.449
3.028.838.034
2.
Pungutan Lain dalam Pelelangan Jati
4.668,1522
7.816.3564
361.781.795
605.767.621
3.
Pungutan Uang Letak 2


584.437.125
643.149.750

Biaya lain


361.781.795
605.767.621

4.
Pungutan Retribusi IPKTM 3
8.855,014
8.855,014
2.656.504.200
2.656.504.200
5.
Pungutan Lain Pada Pemilik IPKTM 3
8.855,014
8.855,014
495.880.784
495.880.784

Total
27.046,8110
33.342,7156
5.718.927.148
8.035.908.010
Sumber : Dishut Muna tahun 2003

Keterangan :
1.     Besarnya biaya pengganti yang dikenakan kepada pemenang lelang kayu jati temuan tahun 2002 dan 2003 di Kabupaten Muna diatur oleh Surat Keputusan Bupati Muna
2.     Besarnya pungutan uang letak pada pemenang lelang dalam pelelangan kayu jati temuan tahun 2002 dan 2003 di tetapkan 7,5% dari harga pembelian kayu/pelelangan kayu
3.     Pungutan Retribusi IPKTM didasari oleh Perda No. 4 tahun 2002
4.     Volume kayu jati ex IPKTM yang direalisasi tahun 2002 dan 2003 adalah 23.143 M3, tetapi volume itu masih diragukan sehingga untuk menghitung besarnya realisasi IPKTM 2003 diasumsikan sama dengan tahun 2002.
5.     Pungutan lainnya yang dikenakan pada pemilik IPKTM tahun 2002 di Kabupaten Muna selain dari retribusi IPKTM adalah pungutan “tidak tertulis” yang dikelompokan dalam retribusi pemanfaatan lahan daerah. Besarnya pungutan adalah Rp. 56.000/M3



DATA HASIL EKSPOLITAS KAYU JATI Menurut APBD 2002
Uraian
Volume (M3)
Ralisasi (Rp)
Kayu jati eksploitasi APBD 2002 1
5.839,173
1.321.771.456
Kayu jati penjualan dibawah tangan 2002 2
703,659
1.200.000.000




Sumber : APBD dan LPJ Bupati 2003
Keterangan :
1.     Jika kayu jati hasil eksploitasi berdasarkan APBD tahun 2002 kualitasnya sama dengan kualitas kayu temuan yang dilelang tahun 2002 dan than 2003 maka harga dari kayu jati tersebut kira-kira sebesar Rp. 7.500.000.000
2.     a.   Kayu tersebut adalah kayu barang bukti yang dikembalikan oleh Kejaksaan Negeri Raha kepada pemiliknya (PT Usaha Loka) sesuai dengan surat Kajari Raha tanggal 16 September 2002 yang ditujukan kepda PT usaha Loka
b.     Berita dikoran tentang keberadaan kayu tersebut sebelum dikembalikan kepada pemiliknya bahwa kayu jati itu adalah realisasi panjar Bupati Muna (Ridwan BAE) pada PT Usaha Loka sebesar Rp. 1.200.000.000

PERBANDINGAN APBD DAN LPJ BUPATI MUNA 2002 – 2003
Pendapatan
Th. 2002 (Rp)
Th. 2003 (Rp)

Rencana
Ralisasi
Rencana
Realisasi
Hasil Lelang Jati Temuan


8.250.000.000
8.824.551.076
Pungutan Biaya Pengganti
-
-
-
-
Pungutan Lainnya
-
-
-
-
Pungutan Uang Letak
-
-
600.000.000
767.926.952
Retribusi IPKTM
300.000.000
825.000.000
1.850.000.000
2.060.835.985
Pungutan Lain Pada Pemilik IPKTM
-
-
-
-
Harga Jati Eksploitasi APBD 2002
-
-
-
-
Harga Jati Penjualan Dibawah Tangan
-
-
-
-
Total
300.000.000
825.000.000
10.700.000.000
11.653.314.013
Sumber : APBD dan LPJ Bupati Muna 2003




AKTIVITAS PENGELOLAAN KAYU JATI TAHUN 2002 – 2003

Pendapatan
Realisasi Th. 2002
Realisasi Th. 2003
Hasil Lelang Jati Temuan
4.987.196.800
5.488.268.800
Pungutan Biaya Pengganti
1.258.541.449
3.028.838.034
Pungutan Lainnya
361.781.795
605.767.621
Pungutan Uang Letak
584.437.125
643.149.750
Retribusi IPKTM
2.656.504.200
2.656.504.200
Pungutan Lain Pada Pemilik IPKTM
495.880.784
495.880.784
Harga Jati Eksploitasi APBD 2002
-
7.500.000.000
Harga Jati Penjualan Dibawah Tangan
1.2000.000.000
-
Total
11.544.342.153
20.418.409.189
Sumber : APBD dan LPJ Bupati Muna 2003

SELISIH PENDAPATAN ANTARA AKTIVITAS SESUNGGUHNYA DENGAN LPJ BUPATI  2002 - 2003
URAIAN
Tahun 2002 (Rp)
Tahun 2003 (Rp)
Realisasi pendapatan pengelolaan jati
11.544.342.153
20.418.409.189
Realisasi LPJ Bupati
825.000.000
11.653.314.013
Selisih
10.719.342.153
8.765.095.176



Sumber : Kajian Yapod tahun 2003


Penutup

Kesimpulan
Dari temuan investigasi ini disimpulkan bahwa biang rusaknya hutan jati di Kabupaten Muna sekaligus otak pelaku ilegal loging adalah perusahaan-perusahaan sawmil bekerja sama dengan oknum aparat serta oknum Dinas Kehutanan Kabupaten Muna, Oknum Polisi dan TNI.

Rekomendasi
Karena kontribusi para pengusaha sawmil sangat besar dalam pengrusakan lingkungan khususnya hutan jati di Kabupaten Muna maka:
2.     Tidak ada pilihan lain pihak Pemkab Muna segera melakukan moratorium eksploitasi hutan di Kabupaten Muna serta diikuti menutup perusahaan tersebut dan aset-asetnya yang berupa kayu jati gelondongan dan olahan yang saat ini masih tertampung diprusahaannya dista oleh negara.
3.     Pihak Kepolisian sebagai institusi penegak hukum supaya segera melakukan langkah proaktif dengan melakukan penangkapan terhadap pimpinan perusahaan khususnya pimpinan CV Nurtiba, CV Rimba Nirwana dan CV Merkusi yang telah nyata melakukan praktek ilegal loging dan timber loundry.
4.     Menindak tegas oknum kepolisian dan Pamong Praja yang memback up pelaku dan yang melakukan praktek ilegal loging.
5.     Menindak tegas dan melakukan pemecatan pada oknum pegawai Dinas Kehutanan yang melakukan kerja sama dengan pihak perusahaan guna melakukan praktek timber loundry khususnya petugas yang menaksir rendemen kayu hasil olahan.
6.     Melakukan moratorium pengiriman kayu jati baik log maupun olahan keluar daerah.




No comments:

Post a Comment

Kami mengundang anda untuk memberikan komentar terhadap artikel yang ada di blog ini termasuk kritikan dan saran dengan syarat tidak menyinggyng masalah suku,agama dan ras tertentu.
Konten dalam komentar bukan menjadi tanggungjawab admin
Salam

Baca juga :

Korte Verklering Antara Belanda dan Buton 8 April 1906

Berikut kami postkan Korte Verklering tanggal 8 April 1906 yang ditanda tangani oleh  Sultan Buton Muhammad Asyikin dan perwakilan Pem...